Seorang gadis kecil berusia 9 tahun berani mengenakan jilbab ke sekolah. Akibatnya pihak sekolah berniat untuk mengeluarkannya. Namun Menteri Pendidikan justru membelanya.
Yasmin Elsayad tiba-tiba muncul di sekolahnya dengan mengenakan jilbab. Namun pihak sekolahnya yang terletak di Santiago de Chile ternyata menentang, dengan alasan jilbab bukan bagian dari seragam sekolah.
Orangtua Yasmin kemudian menghubungi Pusat Budaya Muslim (Centro de Cultura Islámica). Fuad Musa, ketua CCI, lantas menjelaskan arti jilbab bagi muslimah muda kepada sekolah Yasmin.
"Memakai jilbab tidak sama dengan piercing, gaya rambut, atau cincin hidung. Busana religius seorang muslimah punya makna lebih dalam. Dengan berbusana muslim, muslimah meneladani Bunda Maria, ibu Nabi Isa, dan Fatimah, putri Nabi Muhammad," paparnya sebagaimana dikutip Radio Netherlands (11/11).
Mendengar penjelasan tersebut pihak sekolah akhirnya menghormati keputusan Yasmin untuk berjilbab.
Menteri Pendidikan Joaquin Lavin juga berperan dalam penyelesaian kasus ini. Dia mendukung Yasmin dan orantuanya. Dia menyatakan, Undang-undang Cile tidak mengizinkan diskriminasi.
"Kita harus menghormati multikulturalisme dan keragaman Cile. Undang-undang pendidikan melindungi hak Yasmín mengenakan jilbab dikombinasikan dengan seragam sekolah," kata Lavin.
Yasmín adalah "seorang gadis luar biasa dan sangat religius" - keputusan mengenakan jilbab datang dari keinginannya sendiri, demikian cerita Fuad Musa. Orangtuanya malah tak tahu apa-apa soal itu. Yasmín justru ingin mengejutkan orangtuanya dengan keputusan memakai jilbab.
Di kota-kota Amerika Latin banyak perempuan bercadar. Biasanya mereka adalah para biarawati Katolik Roma. Tidak ada data yang jelas mengenai jumlah Muslim di Amerika Latin, namun diperkirakan jumlahnya sekitar sekitar 6 juta orang. Kurang lebih satu setengah juta tinggal di Brasilia, 700.000 di Argentina, dan tak sampai 3.000 di Cile. Banyak di antara mereka yang mualaf.
Menurut ayah Yasmín, Hussein Elsayed, di Cile sudah dua kali hal serupa terjadi:
"Seorang muslimah dari sekolah lain dikeluarkan atas alasan yang sama. Masalah selesai karena akhirnya ia pindah ke sekolah lain yang mengizinkan jilbab. Ada juga kasus lain: seorang muslimah dipecat dari perusahaan telekomunikasi karena mengenakan jilbab. Ia menuntut perusahaan itu dan akhirnya menerima ganti rugi sangat besar."
D situs El Mostrador, sosiolog Cile Isaac Caro menulis, cuma masalah waktu sebelum Islam jadi buah bibir di Amerika Latin seperti di Eropa. Caro meramalkan, nantinya diskusi mengenai jilbab dan burqa di Amerika Latin akan menjadi hal biasa - seperti yang sedang terjadi di Eropa sekarang..[di/rnw/hidayatullah.com]
0 comments:
Posting Komentar