HATI-HATI 10 HAL PEMBATAL SYAHADAT

Allah telah mewajibkan bagi seluruh hambanya untuk masuk ke dalam Islam dan berpegang teguh dengan ajaran-Nya dan menjauhi segala sesuatu yang menyimpang darinya....

Mengenal dan Memahami Manusia dalam ISLAM

Inilah hal pertama yang harus kita pelajari dalam islam yaitu mengenal manusia, mengenal diri kita. Jika ada anak yang tidak berbakti kepada orang tuanya,....

Trading Forex Modal Gratis 15$

Anda mudah dalam Membuka Account Live untuk transaksi real, tidak terbatas membuka akun demo sebagai sarana untuk menguji atau latian, berbagai jenis account forex...

Mengenal Al-Quran.

Al-Quran berasal dari kata : ?َ?? - ???? - ????? - ????? berarti bacaan. Al-Quran adalah Kalamullah yang mulia dan terpelihara

Mengenal Allah

Mengenal Allah SWT, adalah suatu bagian terpenting bagi seorang yang mendeklarasikan dirinya seorang Muslim. Manalah mungkin ia bisa mengatakan dengan lantang bahwa dirinya muslim, sementara ia tidak mengenal dan memahami Allah yang menjadi sembahannya.

Skenario Global Kehidupan Manusia

Kehidupan dibumi telah dilalui pada suatu masa yang penuh dengan kegelapan. Tidak ada toleransi dan persamaan hak diantara mereka. Pertumpahan darah dan permusuhan berlangsung sebagai suatu hal yang biasa.

Makna Dien-ul-Islam

Sesungghnya Islam itu dien samawi yang befungsi sebagai rahmat dan nikmat bagi manusia seluruhnya. Din Islam memiliki nilai kesempurnaan yang tinggi, lagi pula sesuai dengan fitrah manusia dan cocok dengan tuntutan hati nuranimanusia seluruhnya sebagai makhluk ciptaan Allah dalam menerima Dinullah yang hak.

7 Jan 2012

Membuat Auto ~Read More~ Jump Breaks di blogspot anda

Membuat Auto Link "Read More" (Jump Breaks) ke artikel terkait pada blog di blogspot anda adalah merupakan salah satu fitur blogger. Dengan memanfaatkan ini, jika template anda tidak mendukung "pemotongan kalimat" pada artikel untuk di tampilkan oleh halaman utama anda, anda bisa membuatnya secara manual. Link Read More ke artikel terkait ini juga akan ditampilkan pada halaman "search/label/" dan juga halaman arsip tanggal, bulan dan tahun. Pemotongan kalimat pada artikel (Jump breaks) dimaksudkan untuk kemudahan navigasi pengunjung blog anda. Juga mempercepat waktu untuk memuat halaman, Pengunjung dapat memilih artikel mana yang hendak mereka baca. Disamping itu juga, mencegah anda memotong bagian artikel yang ditampilkan dihalaman utama secara manual saat mengedit dokumen, sehingga anda tidak perlu kuatir jika suatu waktu anda lupa melakukannya.

Keunggulan Link Auto Read Mode Paul Crowe

Saya menggunakan script dari Paul Crowe, yang akan secara otomatis mengubah artikel menjadi 'read more' pada ringkasan halaman utama blog anda dengan tambahan image thumb. Berikut ini adalah beberapa fiturnya :
  • Memotong artikel panjang anda dengan beberapa baris untuk ditampilkan di halaman utama dan beberapa halaman lain dan secara otomatis memberikan link ke artikel terkait.
  • Gambar pertama dari artikel ditampilkan dgn ukuran thumbnail dan ditampilkan di samping ringkasan.
  • Anda bisa mengatur berapa banyak teks ditampilkan dalam ringkasan.
  • Anda dapat memilih ukuran thumbnail.
  • Semua artikel sebelumnya akan diperlakukan sama sehingga anda tidak usah membuka arsip-arsip blog anda.
  • Halaman lain seperti pada halaman label dan halaman arsip akan mengikuti seperti pada halaman utama

Langkah-langkah Membuat Membuat Auto ~Read More~ Jump Breaks secara Manual

Langkah 1 :

Log in ke Dashboard blog anda dan Navigasi ke Layout > Edit HTML.


Langkah 2 :

Termukan kode Berikut

</head>

Langkah 3 :

Cari kode dan tambahkan kode dibawah sebelum (diatas) tag . Note : Jika template anda mendukung perangkat Mobile, tempatkan script Javascript ini pada bagian awal javascript pada bagian :

<script type='text/javascript'>
var thumbnail_mode = "no-float" ;
summary_noimg = 430;
summary_img = 340;
img_thumb_height = 120;
img_thumb_width = 120;
</script>
<script type='text/javascript' src='http://bloggerblogwidgets.googlecode.com/files/auto_readmore_blogger.js' >
</script>


Keterangan Pengaturan diatas :

Kode pada tulisan biru mengatur tentang bagaimana ringkasan artikel ditampilkan. Jika artikel mempunyai image, thumbnail image akan ditampilkan disamping ringkasan. Berikut ini keterangannya :

summary_ noimg= 430; --> Panjang ringkasan jika artikel tidak memiliki thumbnail.
summary_img = 340; --> Panjang ringkasan jika artikel memiliki image, image di konversi ke ukuran thumbnail.
null_thumb_height = 120; --> Tinggi Pixels thumbnail.
null_thumb_width = 120; --> Lebar Pixels thumbnail.

Langkah 4 :

Langkah selanjutnya, temukan bagian berikut dari kode pada body blog anda. (Gunakan kombinasi tombol Ctrl + F untuk mempercepat pencarian). <data:post.body>

Langkah 5 :

Kemudian ganti kode <data:post.body> dengan kode dibawah ini :

<b:if cond='data:blog.pageType == &quot;item&quot;'>
<data:post.body/>
<b:else/>
<b:if cond='data:blog.pageType == &quot;static_page&quot;'>
<data:post.body/>
<b:else/>
<div expr:id='&quot;summary&quot; + data:post.id'>
<data:post.body/>
</div>
<script type='text/javascript'>
createSummaryAndThumb(&quot;summary<data:post.id/>&quot;);
</script>
<div style='clear: both;'/>
<span class='rmlink' style='font-weight:bold;padding:5px;float:right;text-align:right;'>
<a expr:href='data:post.url' >Read more ... </a>
</span>
</b:if>
</b:if>


Anda bisa rubah tulisan "Read More..." warna biru diatas dengan nama lain, Misal : Baca selengkapnya ... , Baca Artikel .... dan lain-lain.

Langkah 6 :


Klik Simpan Pengaturan Template. Jika terjadi error, itu menandakan adanya bagian yang tidak terinput.



Sumber : http://bloggedtips.blogspot.com/2011/12/insert-automatic-read-more-jump-breaks.html
Lanjutkan Membaca ...

5 Jan 2012

Sejarah Imam Ali | Peran Beliau Selama Masa Pemerintahan Amirul Mu'minin Umar Bin Khattab RA

Pada masa pemerintahan Amirul Mu'minin Umar bin Khattab RA berkuasa, Imam Ali duduk sebagai bagian dari "Ahlu Syuro" . Ahlu Syuro beranggotakan 6 sahabat utama Nabi Muhammad SAW, yaitu : Imam Ali bin Abi Thalib RA, Utsman bin Affan RA, Abdurrahman bin 'Auf RA, Sa'ad bin Abi Waqqash , Zubair bin Al 'Awwam RA , dan Thalhah bin 'Ubaidillah RA . Dengan demikian, kesuksesan yang diraih oleh Amirul Mu'minin ini, juga tak lepas berkat bantuan dan dukungan Imam Ali RA dan 5 sahabat utama lainnya.

Menjelang wafatnya Umar bin Khattab RA, Beliau sempat mengumpulkan 6 sahabat "Ahlu Syuro" untuk mendengarkan wasyiatnya. Tokoh besar yang menurut Hadits riwayat At-Turmizi, pernah dikatakan oleh Rasulullah dengan sebutan "Jika setelah aku ada nabi, sudah pasti Umarlah orangnya" . Wasyiat beliau bukanlah untuk memilih siapa yang akan menggantikannya, namun menitip pesan agar ke enam ahlu syuro itu bermusyawarah dan memberikan gambaran keadaan bahaya jika terjadi perpecahan pada 6 orang ahli tersebut.

Demikian sekelumit isi BAB VII dari Buku Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib RA Karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini yang dimuat dalam web Sahabat-nabi.blogspot.com. Berikut , silahkan Simak Keseluruhan isi dari BAB VII buku tersebut dibawah ini.

Bab VII : Khalifah UMAR IBNUL KHATTAB RA

Di samping ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya, Umar bin Khattab RA terkenal sebagai orang yang bertabiat keras, tegas, terus terang dan jujur. Sama halnya seperti Abu Bakar Ash Shiddiq RA, sejak memeluk Islam ia menyerahkan seluruh hidupnya untuk kepentingan Islam dan muslimin. Baginya tak ada kepentingan yang lebih tinggi dan harus dilaksanakan selain perintah Allah dan Rasul-Nya.

Kekuatan fisik dan mentalnya, ketegasan sikap dan keadilannya, ditambah lagi dengan keberaniannya bertindak, membuatnya menjadi seorang tokoh dan pemimpin yang sangat dihormati dan disegani, baik oleh lawan maupun kawan. Sesuai dengan tauladan yang diberikan Rasulullah SAW, ia hidup sederhana dan sangat besar perhatiannya kepada kaum sengsara, terutama mereka yang diperlakukan secara tidak adil oleh orang lain.

Bila Abu Bakar Ash Shiddiq RA menjadi Khalifah melalui pemilihan kaum muslimin, maka Umar bin Khattab RA dibai'at sebagai Khalifah berdasarkan pencalonan yang diajukan oleh Abu Bakar RA beberapa saat sebelum wafat. Masa kekhalifahan Umar bin Khattab RA berlangsung selama kurang lebih 10 tahun.

Sukses dan Tantangan

Di bawah pemerintahannya wilayah kaum muslimin bertambah luas dengan kecepatan luar biasa. Seluruh Persia jatuh ke tangan kaum muslimin. Sedangkan daerah-daerah kekuasaan Byzantium, seluruh daerah Syam dan Mesir, satu persatu bernaung di bawah bendera tauhid.

Penduduk di daerah-daerah luar Semenanjung Arabia berbondong-bondong memeluk agama Islam. Dengan demikian lslam bukan lagi hanya dipeluk bangsa Arab saja, tetapi sudah menjadi agama berbagai bangsa.

Sukses gilang-gemilang yang tercapai tak dapat dipisahkan dari peranan Khalifah Umar bin Khattab RA sebagai pemimpin. Ia banyak mengambil prakarsa dalam mengatur administrasi pemerintahan sesuai dengan tuntutan keadaan yang sudah berkembang. Demikian pula di bidang hukum. Dengan berpegang teguh kepada prinsip-prinsip ajaran Islam, dan dengan memanfaatkan ilmu-ilmu yang dimiliki para sahabat Nabi Muhammad SAW, khususnya Imam Ali RA, sebagai Khalifah ia berhasil menfatwakan bermacam-macam jenis hukum pidana dan perdata, disamping hukum-hukum yang bersangkutan dengan pelaksanaan peribadatan.

Baca Lanjutannya dengan klik tombol lihat dibawah


Tetapi bersamaan dengan datangnya berbagai sukses, sekarang kaum rnuslimin sendiri mulai dihadapkan kepada kehidupan baru yang penuh dengan tantangan-tantangan. Dengan adanya wilayah Islam yang bertambah luas, dengan banyaknya daerah-daerah subur yang kini menjadi daerah kaum muslimin, serta dengan kekayaan yang ditinggalkan oleh bekas-bekas penguasa lama (Byzantium dan Persia), kaum muslimin Arab mulai berkenalan dengan kenikmatan hidup keduniawian.

Hanya mata orang yang teguh iman sajalah yang tidak silau melihat istana-istana indah, kotakota gemerlapan, ladang-ladang subur menghijau dan emas perak intan-berlian berkilauan.
Kaum muslimin Arab sudah biasa menghadapi tantangan fisik dari musuh-musuh Islam yang hendak mencoba menghancurkan mereka, tetapi kali ini tantangan yang harus dihadapi jauh lebih berat, yaitu tantangan nafsu syaitan, yang tiap saat menggelitik dari kiri-kanan, mukabelakang.

Tantangan berat itulah yang mau tidak mau harus ditanggulangi oleh Khalifah Umar bin Khattab RA Berkat ketegasan sikap, kejujuran dan keadilannya, dan dengan dukungan para sahabat Rasulullah SAW yang tetap patuh pada tauladan beliau, Khalifah Umar RA berhasil menekan dan membatasi sekecil-kecilnya penyelewengan yang dilakukan oleh sementara tokoh kaum muslimin. Pintu-pintu korupsi ditutup sedemikian rapat dan kuatnya. Tindakan tegas dan keras, cepat pula diambil terhadap oknum-oknum yang bertindak tidak jujur terhadap kekayaan negara. Sudah tentu ia memperoleh dukungan yang kuat dari semua kaum muslimin yang jujur, sedangkan oknum-oknum yang berusaha keras memperkaya diri sendiri, keluarga dan golongannya, pasti melawan dan memusuhinya.

Selama berada di bawah pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab RA, musuh-musuh kaum muslimin memang tidak dapat berkutik. Namun bahaya latent yang berupa rayuan kesenangan hidup duniawi, tetap tumbuh dari sela-sela ketatnya pengawasan Khalifah.

Dalam menghadapi tantangan yang sangat berat itu, Khalifah Umar RA tidak sedikit menerima bantuan dari Imam Ali RA Dalam masa yang penuh dengan tantangan mental dan spiritual itu, Imam Ali RA menunjukkan perhatiannya yang dalam.

Dengan segenap kemampuan dan kekuatannya, Khalifah Umar bin Khattab RA bersama para sahabat-sahabat Rasulullah SAW, berusaha keras mengendalikan situasi yang hamper meluncur ke arah negatif.

Umar RA sering berkeliling tanpa diketahui orang untuk mengetahui kehidupan rakyat,
terutama mereka yang hidup sengsara. Dengan pundaknya sendiri, ia memikul gandum yang hendak diberikan sebagai bantuan kepada seorang janda yang sedang ditangisi oleh anak-anaknya yang kelaparan.

Jika Umar RA mengeluarkan peraturan baru, anggota-anggota keluarganya justru yang
dikumpulkannya lebih dulu. Ia minta supaya semua anggota keluarganya menjadi contoh dalam melaksanakan peraturan baru itu. Apabila di antara mereka ada yang melakukan pelanggaran, maka hukuman yang dijatuhkan kepada mereka pasti lebih berat daripada kalau pelanggaran itu dilakukan oleh orang lain.

Dengan kekhalifahannya. itu, Umar bin Khattab RA telah menanamkan kesan yang sangat mendalam di kalangan kaum muslimin. Ia dikenang sebagai seorang pemimpin yang patut dicontoh dalam mengembangkan keadilan. Ia sanggup dan rela menempuh cara hidup yang tak ada bedanya dengan cara hidup rakyat jelata. Waktu terjadi paceklik berat, sehingga rakyat hanya makan roti kering, ia menolak diberi samin oleh seorang yang tidak tega melihatnya makan roti tanpa disertai apa-apa. Ketika itu ia mengatakan: "Kalau rakyat hanya bisa makan roti kering saja, aku yang bertanggung jawab atas nasib mereka pun harus berbuat seperti itu juga."


Memanggil calon pengganti

Kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab RA atas ummat Islam benar-benar memberikan ciri khusus kepada pertumbuhan Islam. Sumbangan yang diberikan bagi kemantapan hidup kenegaraan dan kemasyarakatan ummat, sungguh tidak kecil.

Umar bin Khattab RA wafat, setelah menderita sakit parah akibat luka-luka tikaman senjata tajam yang dilakukan secara gelap oleh seorang majusi bernama Abu Lu'lu-ah. Dalam keadaan kritis di atas pembaringan pemimpin ummat Islam ini masih sempat meletakkan dasar prosedur bagi pemilihan Khalifah penggantinya. Rasa tanggung jawabnya yang besar atas kesinambungan kepemimpinan ummat Islam masih tetap merisaukan hatinya, walaupun maut sudah berada diambang kehidupannya.

Dalam saat yang gawat itulah ia meminta pendapat para penasehatnya yang dalam catatan sejarah terkenal dengan sebutan "Ahlu Syuro", tentang siapa yang layak menduduki atau memegang pimpinan tertinggi ummat Islam.

Baca Lanjutannya dengan klik tombol lihat dibawah


Umar bin Khattab RA memang terkenal sebagai tokoh besar yang memiliki jiwa kerakyatan. Sehingga ketika di antara penasehatnya ada yang mengusulkan supaya Abdullah bin Umar, putera sulungnya, ditetapkan sebagai Khalifah pengganti, dengan cepat Umar r.a menolak. Ia mengatakan: "Tak seorang pun dari dua orang anak lelakiku yang bakal meneruskan tugas itu.

Cukuplah sudah apa yang sudah dibebankan kepadaku. Cukup Umar saja yang menanggung resiko. Tidak. Aku tidak sanggup lagi memikul tugas itu, baik hidup ataupun mati!" Demikian kata Umar RA dengan suara berpacu mengejar tarikan nafas yang berat.

Sehabis mengucapkan kata-kata seperti di atas, Umar RA lalu mengungkapkan, bahwa sebelum wafat, Rasulullah SAW telah merestui 6 orang sahabat dari kalangan Qureiys. Yaitu Ali bin Abi Thalib, 'Utsman bin Affan, Thalhah bin 'Ubaidillah, Zubair bin Al 'Awwam, Sa'ad bin Abi Waqqash dan Abdurrahman bin 'Auf. "Aku berpendapat", kata Umar RA lebih jauh, "sebaiknya kuserahkan kepada mereka sendiri supaya berunding, siapa di antara mereka yang akan dipilih."

Kemudian seperti berkata kepada diri sendiri, ia berucap: "Jika aku menunjuk siapa orangnya yang akan menggantikan aku, hal seperti itu pernah dilakukan oleh orang yang lebih baik dari aku, yakni Abu Bakar Ash Shiddiq. Kalau aku tidak menunjuk siapa pun, hal itu pun pernah dilakukan oleh orang yang lebih afdhal daripada diriku, yakni Nabi Muhammad SAW"

Tanpa menunggu tanggapan orang yang ada disekitarnya, Khalifah Umar RA kemudian memerintahkan supaya ke-enam orang (Ahlu Syuro) tersebut di atas segera dipanggil. Kondisi fisik Khalifah Umar RA yang terbaring tak berdaya itu, tampak bertambah gawat pada saat keenam orang yang dipanggil itu tiba. Ketika ia melihat ke-enam orang itu sudah penuh harap menantikan apa yang bakal diamanatkan, dengan sisa-sisa tenaganya Khalifah Umar RA berusaha memperlihatkan ketenangan. Tiba-tiba ia melontarkan suatu pertanyaan yang sukar dijawab oleh enam orang sahabatnya.

"Apakah kalian ingin menggantikan aku setelah aku meninggal?"

Tentu saja pertanyaan yang dilontarkan secara tiba-tiba dan sukar dijawab itu sangat mengejutkan semua yang hadir. Mula-mula mereka diam, tertegun. Dan ketika Khalifah Umar RA menatap wajah mereka satu persatu, masing-masing menunduk tercekam berbagai perasaan. Di satu fihak tentunya mereka itu sangat sedih melihat pemimpin mereka dalam kondisi fisik yang begitu merosot. Tetapi di fihak lain, mereka bingung tidak tahu kemana arah pertanyaan yang dilontarkan oleh seorang yang arif dan bijaksana itu. Karena tak ada yang menjawab, Khalifah Umar RA mengulangi lagi pertanyaannya.

Setelah itu barulah Zubair bin Al-'Awwam menanggapi. Ia menjawab: "Anda telah menduduki jabatan itu dan telah melaksanakan kewajiban dengan baik. Dalam qabilah Qureiys sebenarnya kami ini menempati kedudukan yang tidak lebih rendah dibanding dengan anda. Sedangkan dari segi keislaman dan hubungan kekerabatan dengan Rasulullah SAW, kami pun tidak berada di bawah anda. Lalu, apa yang menghalangi kami untuk memikul tugas itu?"

Tampaknya kata-kata yang ketus itu dilontarkan Zubair karena menyadari bahwa tokoh yang berbaring di hadapannya itu sudah dalam keadaan sangat gawat. Hal itu dapat kita ketahui dari komentar sejarah yang dikemukakan oleh seorang penulis terkenal, Syeikh Abu Utsman Al Jahidz. Ia mengatakan: "Jika Zubair tahu bahwa Khalifah Umar RA akan segera wafat di depan matanya, pasti ia tidak akan melontarkan kata-kata seperti itu, dan bahkan tidak akan berani mengucapkan sepatah kata pun."

Kata-kata Zubair bin Al 'Awwam itu tidak langsung ditanggapi oleh Khalifah Umar RA Seakan-akan kata-kata itu tak pernah didengarnya. Dengan tersendat-sendat Khalifah Umar RA melanjutkan perkataannya: "Bisakah kuajukan kepada kalian penilaianku tentang diri kalian?"

Kembali Zubair menukas dengan nada sinis: "Katakan saja. Tokh kalau kami minta supaya kami dibiarkan, anda akan tetap tidak membiarkan kami!"


Penilaian

Kata-kata Zubair ini tampaknya sangat menyakitkan telinga Khalifah Umar RA yang sabar itu.

Sambil memandang tajam ke arah Zubair, Umar RA berkata: "Tentang dirimu, Zubair…, kau itu adalah orang yang lancang mulut, kasar dan tidak mempunyai pendirian tetap. Yang kausukai hanyalah hal-hal yang menyenangkan dirimu sendiri, dan engkau membenci apa saja yang tidak kausukai. Pada suatu ketika engkau benar-benar seorang manusia, tetapi pada ketika yang lain engkau adalah syaitan! Bisa jadi kalau kekhalifahan kuserahkan kepadamu, pada suatu ketika engkau akan menampar muka orang hanya gara-gara gandum segantang."

Khalifah Umar menghentikan perkataannya sebentar, seolah-olah mengambil nafas untuk mengumpulkan kekuatan dan mengendalikan emosinya. Kemudian ia meneruskan: "Tahukah engkau, jika kekuasaan kuserahkan kepadamu? Lalu siapa yang akan melindungi orang-orang pada saat engkau sedang menjadi syaitan? Yaitu pada saat engkau sedang dirangsang kemarahan?"

Baca Lanjutannya dengan klik tombol lihat dibawah


Tanpa menunggu jawaban Zubair, Khalifah Umar RA menoleh kearah Thalhah bin Ubaidillah, yang segera menundukkan kepala setelah melihat sorot mata pemimpin yang berwibawa itu.

Bukan rahasia lagi di kalangan kaum muslimin pada masa itu, bahwa sudah beberapa waktu lamanya Khalifah Umar RA memendam rasa jengkel terhadap tokoh yang satu ini. Peristiwanya bermula pada waktu Khalifah Abu Bakar RA masih hidup. Ketika itu Thalhah mengucapkan suatu kata kepada Abu Bakar r.a yang sangat tidak mengenakkan perasaan Umar bin Khattab r.a

Setelah memandang Thalhah sejenak, Khalifah Umar RA bertanya: "Sebaiknya aku bicara atau diam saja?"

"Bicaralah!" sahut Thalhah dengan nada acuh tak acuh. "Tokh anda tidak akan berkata baik mengenai diriku!"

"Aku mengenalmu sejak jari-jarimu luka pada waktu perang Uhud," kata Khalifah Umar RA kepada Thalhah. "Dan aku juga mengenal kecongkakan yang pernah muncul pada dirimu. Rasulullah wafat dalam keadaan beliau tidak senang kepadamu. Itu akibat kata-kata yang kauucapkan ketika ayat Al-Hijab turun."

Menurut catatan yang dibuat oleh Syeikh Abu Utsman Al Jahidz, perkataan Thalhah yang dimaksud ialah ucapan kepada salah seorang sahabat. Kata-kata Thalhah itu akhirnya sampai juga ke telinga Rasulullah SAW: "Apa arti larangan itu baginya (yakni bagi Rasulullah SAW) sekarang ini? Dia bakal mati. Lalu kita bakal menikahi permpuan-perempuan itu!"

Habis berbicara tentang pribadi Thalhah, Khalifah Umar RA melihat kepada Sa'ad bin Abi Waqqash. Kepadanya Umar RA berkata: "Engkau seorang yang mempunyai banyak kuda perang. Dengan kuda-kuda itu engkau telah berjuang dan berperang. Banyak sekali senjata yang kau miliki, busur dan anak panahnya. Tetapi qabilah Zuhrah (asal Saad), kurang tepat untuk memangku jabatan Khalifah dan memimpin urusan kaum muslimin."

Tibalah sekarang giliran Khalifah Umar RA menilai pribadi Abdurrahman bin 'Auf, yang rupanya sudah siap mendengarkan penilaiannya. "Jika separoh kaum muslimin imannya ditimbang dengan imanmu," kata Khalifah Umar RA, "maka imanmulah yang lebih berat. Tetapi kekhalifahan tidak tepat kalau dipegang oleh seorang yang lemah seperti engkau. Qabilah Zuhrah (asal Abdurrahman bin 'Auf juga) kurang kena untuk urusan itu."

Abdurrahman tidak sepatah kata pun menanggapi penilaian Khalifah Umar RA atas dirinya. Ia membiarkan Khalifah berbicara lebih lanjut mengenai diri Iman Ali RA "Ya Allah, alangkah tepat dan baiknya kalau anda tidak suka bergurau!" kata Khalifah Umar RA dengan nada suara yang agak meninggi. Kemudian dengan suara merendah dikatakan: "Seandainya anda nanti yang akan memimpin ummat, anda pasti akan membawa mereka menuju kebenaran yang terang benderang."

Imam Ali RA tampak terjengah dan tersipu-sipu mendengar ucapan orang yang sangat dikaguminya. Juga ia tidak memberikan tanggapan terhadap penilaian yang positif atas dirinya.

Khalifah Umar RA akhirnya dengan serius menoleh kearah Utsman bin Affan RA Tangannya sudah makin melemah dan tenaganya sudah sangat berkurang. Tetapi ia memaksakan diri untuk menilai orang keenam yang ada di hadapannya itu. "Aku merasa seakan-akan orang Qureiys telah mempercayakan kekhalifahan kepada anda," kata Khalifah dengan suara lembut, "karena besarnya rasa kecintaan mereka kepada anda."

Wajah Khalifah Umar RA mendadak kelihatan sendu, seolah-olah sedang menahan perasaan getir yang menyelinap ke dalam kalbu. "Tetapi aku melihat nantinya anda akan mengangkat orang-orang Bani Umayyah dan Bani Mu'aith di atas orangorang lain. Kepada mereka anda akan menghamburkan harta ghanimah yang tidak sedikit." Suara Khalifah meninggi pula: "Akhirnya akan ada segerombolan 'serigala' Arab datang menghampiri anda, lalu mereka akan membantai anda di atas pembaringan."

Dengan nada peringatan yang sungguh-sungguh, Khalifah Umar RA mengakhiri kata-katanya: "Demi Allah, jika anda sampai melakukan apa yang kubayangkan itu, gerombolan 'srigala' itu pasti akan berbuat seperti yang kukatakan. Dan kalau yang demikian itu benar-benar terjadi, ingatlah kepada kata-kataku ini! Semua itu akan terjadi"

Cara Pemilihan

Berbicara tentag wasyiat Khalifah Umar RA menjelang wafat nya, Syeikh Abu Utsman Al Jahidz juga mengungkapkan keterangan Mu'ammar bin Sulaiman At Taimiy, yang diperoleh dari Ibnu Abbas. Yang tersebut belakangan ini diketahui pernah mendengar apa yang pernah dikatakan Umar bin Khattab RA kepada para Ahlu Syuro menjelang wafatnya: "Jika kalian saling membantu, saling percaya dan saling menasehati, maka kupercayakan kepemimpinan ummat kepada kalian, bahkan sampai kepada anak cucu kalian. Tetapi kalau kalian saling dengki, saling membenci , saling menyalahkan dan saling bertentangan, kepemimpinan itu akhirnya akan jauth ke tangan Muawiyah bin Abu Sufyan!".

Perlu diketahui, bahwa ketika Khalifah Umar RA masih hidup, Muawiyah bin Abu Sufyan sudah beberapa tahun lamanya menjabat sebagai kepala daerah Syam. Ia diangkat sebagai kepala daerah oleh Umar bin Khattab RA Sejarah kemudian mencatat, bahwa yang diperkirakan oleh Khalifah Umax RA menjelang akhir hayatnya menjadi kenyataan.

Baca Lanjutannya dengan klik tombol lihat dibawah


Klimaks dari penyampaian wasyiat oleh Khalifah Umar RA ialah memerintahkan supaya Abu Thalhah A1 Anshariy datang menghadap. Waktu orang yang dipanggil itu sudah berada didekat pembaringannya, berkatalah Khalifah Umar RA dengan tegas dan jelas, seolah-olah sedang melepaskan sisa tenaganya yang terakhir: "Abu Thalhah, camkan baik-baik! Kalau kalian sudah selesai memakamkan aku, panggillah orang Anshar. Jangan lupa, supaya masing-masing membawa pedang. Lalu desaklah mereka (6 orang Ahlu Syuro) supaya segera menyelesaikan urusan mereka (untuk memilih siapa di antara mereka itu yang akan ditetapkan sebagai Khalifah). Kumpulkan mereka itu dalam sebuah rumah. Engkau bersama-sama teman-temanmu berjaga jaga di pintu. Biarkan mereka bermusyawarah untuk memilih salah seorang di antara mereka.

"Jika yang lima setuju dan ada satu yang menentang, penggallah leher orang yang menentang itu! Jika empat orang setuju dan ada dua yang menentang, penggallah leher dua orang itu! Jika tiga orang setuju dan tiga orang lainnya menentang, tunggu dan lihat dulu kepada tiga orang yang diantaranya termasuk Abdurrahman bin 'Auf. Kalian harus mendukung kesepakatan tiga orang ini. Kalau yang tiga orang lainnya masih bersikeras menentang,penggal saja leher tiga orang yang bersikeras itu!.

"Jika sampai tiga hari, enam orang itu belum juga mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan urusan mereka, penggal saja leher enam orang itu semuanya. Biarlah kaum muslimin sendiri memilih siapa yang mereka sukai untuk dijadikan pemimpin mereka !".

Dari sekelumit informasi sejarah tersebut di atas, kita mengetahui, betapa tingginya rasa tanggung-jawab dan jiwa kerakyatan Khalifah Umar bin Khattab RA Secara tertib dan terperinci, sampai detik-detik menjelang ajalnya, ia masih memikirkan cara-cara pengangkatan seorang Khalifah yang akan mengantikannya. Sambil menahan rasa sakit akibat luka-luka tikaman sejata tajam, ia masih sempat berusaha menyinambungkan kepemimpinan ummat Islam sebaik-baiknya.

Lanjutkan Membaca ...

4 Jan 2012

Sejarah Imam Ali : Perannya Selama Masa Pemerintahan Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq RA

Ketika kaum muslimin sedang resah mendengar berita tentang wafatnya Rasulullah SAW, kaum Anshar menyelenggarakan pertemuan di Saqifah Bani Sa'idah, memperbincangkan penerus kepemimpinan pasca Rasulullah SAW, Ikut serta bersama mereka seorang tokoh Anshar, Sa'ad bin Ubadah. Peristiwa ini tergolong penting bagi kaum Anshar, Sa'ad bin 'Ubadah, yang dalam keadaan menderita sakit lumpuh sengaja digotong untuk menghadiri pertemuan tersebut. Pertemuan ini juga menjadi kisah krusial dan digunakan musuh Islam sebagai senjata perpecahan.

Pertemuan yang termasuk Ilegal dan memicu perpecahan Muhajirin dan Anshar ini, memaksa Umar bin Khattab RA untuk terlibat dalam pertemuan tersebut setelah di desak oleh Ma'an bin Adiy. Umar bin Khattab juga akhirnya mengajak / memaksa Abu Bakar Ash Shiddiq RA untuk ikut ke Pertemuan Saqifah yang di lakukan sepihak oleh Kaum Anshar. Selepas perdebatan antara Abu Bakar RA, Umar RA terhadap beberapa pemimpin Anshar yang menghendaki kepemimpinan dibawah salah satu pemimpin Anshar, pada akhirnya di sepakati untuk mem bai'at Abu Bakar Ash Shiddiq sebagai Pengganti (Khalifah) Rasulullah SAW.

Ketika berlangsung proses pembai'atan Abu Bakar Ash Shiddiq RA sebagai Khalifah untuk meneruskan kepemimpinan Rasulullah SAW atas ummat Islam, Imam Ali RA tidak ikut terlibat di dalamnya, beliau sibuk mempersiapkan pemakaman jenazah Rasulullah SAW.

Demikian sekelumit isi BAB VI dari Buku Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib RA Karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini yang dimuat dalam web Sahabat-nabi.blogspot.com. Berikut , silahkan Simak Keseluruhan isi dari BAB VI buku tersebut dibawah ini.

Bab VI : Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq RA


Di saat kaum muslimin sedang resah mendengar berita tentang wafatnya Rasulullah SAW, sejumlah kaum Anshar menyelenggarakan pertemuan di Saqifah Bani Sa'idah untuk memperbincangkan masalah penerus kepemimpinan Rasulullah SAW Ikut serta bersama mereka seorang tokoh Anshar, Sa'ad bin Ubadah.

Di dalam bukunya yang berjudul As Saqifah, Abu Bakar Ahmad bin Abdul Azis Al-Jauhary mengetengahkan riwayat tentang terjadinya peristiwa penting di Saqifah (tempat pertemuan) Bani Sa'idah. Antara lain dikemukakan, bahwa tokoh terkemuka Anshar, Sa'ad bin 'Ubadah, dalam keadaan menderita sakit lumpuh sengaja digotong untuk menghadiri pertemuan tersebut.

Baca Lanjutannya dengan klik tombol lihat dibawah

Karena tidak sanggup berbicara dengan suara keras, ia minta kepada anaknya, Qeis bin Sa'ad, supaya meneruskan kata-katanya yang ditujukan kepada semua hadirin. Dengan suara lantang Qeis meneruskan kata-kata ayahnya: "Kalian termasuk orang yang paling dini memeluk agama Islam, dan Islam tidak hanya dimiliki oleh satu qabilah Arab. Sesungguhnya ketika masih berada di Makkah, selama 13 tahun di tengah-tengah kaumnya, Rasulullah mengajak mereka supaya menyembah Allah Maha Pemurah dan meninggalkan berhala-berhala. Tetapi hanya sedikit saja dari mereka itu yang beriman kepada beliau. Demi Allah mereka tidak sanggup melindungi Rasulullah SAW Mereka tidak mampu memperkokoh agama Allah . Tidak mampu membela beliau dari serangan musuhmusuhnya.

"Kemudian Allah melimpahkan keutamaan yang terbaik kepada kalian dan mengaruniakan kemuliaan kepada kalian, serta mengistimewakan kalian pada agama-Nya. Allah telah melimpahkan nikmat kepada kalian berupa iman kepada-Nya, dan kesanggupan berjuang melawan musuh-musuh-Nya. Kalian adalah orang-orang yang paling teguh dalam menghadapi siapa pun juga yang menentang Rasulullah SAW Kalian juga merupakan orang-orang yang lebih ditakuti oleh musuh-musuh beliau, sampai akhirnya mereka tunduk kepada pimpinan Allah, suka atau tidak suka.

"Dan orang-orang yang jauh pun akhirnya bersedia tunduk kepada pimpinan Islam, sampai tiba saatnya Allah menepati janji-Nya kepada Nabi kalian, yaitu tunduknya semua orang Arab di bawah pedang kalian. Kemudian Allah memanggil pulang Nabi Muhammad SAW keharibaan-Nya dalam keadaan beliau puas dan ridho terhadap kalian. Karena itu pegang teguhlah kepemimpinan di tangan kalian. Kalian adalah orang-orang yang paling berhak dan paling afdhal untuk memegang urusan itu!"

Kata-kata Sa'ad bin 'Ubadah itu disambut hangat oleh pemuka-pemuka Anshar yang hadir memenuhi Saqifah Bani Sa'idah. Apa yang dikemukakan oleh tokoh terkemuka kaum Anshar itu memperoleh dukungan mutlak. "Kami tidak akan menyimpang dari perintahmu!" teriak mereka hampir serentak. Engkau kami angkat untuk memegang kepemimpinan itu, karena kami merasa puas terhadapmu dan demi kebaikan kaum muslimin, kami rela!"

Setelah menyatakan dukungan kepada Sa'ad bin 'Ubadah hadirin menyampaikan pendapat-pendapat tentang kemungkinan apa yang bakal terjadi. Ada yang mengatakan, sikap apakah yang harus diambil jika kaum Muhajirin berpendirian, bahwa mereka itulah yang berhak atas kepemimpinan ummat? Sebab mereka itu pasti akan mengatakan: Kami inilah sahabat Rasulullah dan lebih dini memeluk Islam. Mereka tentu juga akan menyatakan diri sebagai kerabat Nabi dan pelindung beliau. Mereka pasti akan menggugat: atas dasar apakah kalian menentang kami memegang kepemimpinan sepeninggal Rasulullah? Bagaimana kalau timbul problema seperti itu?

Pertanyaan itu kemudian dijawab sendiri oleh sebagian hadirin: "Kalau timbul pertanyaan-pertanyaan seperti itu kita bisa mengemukakan usul kompromi kepada mereka, dengan menyarankan: Dari kami seorang pemimpin dari kalian seorang pemimpin. Kalau mereka bangga dan merasa turut berhijrah, kami pun dapat membanggakan diri karena kami inilah yang melindungi dan membela Rasulullah SAW Kami juga sama seperti mereka. Sama-sama bernaung di bawah Kitab Allah. Jika mereka mau menghitung-hitung jasa, kami pun dapat menghitung-hitung jasa yang sama. Apa yang menjadi pendapat kami ini bukan untuk mengungkit-ungkit mereka. Karenanya lebih baik kami mempunyai pemimpin sendiri dan mereka pun mempunyai pemimpin sendiri!"

"Inilah awal kelemahan," Ujar Sa'ad bin 'Ubadah sambil menarik nafas, setelah mendengar usul kompromi dari kaumnya. Nyata sekali pertemuan itu mengarah kepada keputusan yang hendak mengangkat Sa'ad bin 'Ubadah sebagai pemimpin kaum muslimin, yang bertugas meneruskan kepemimpinan Rasulullah SAW Kesimpulan seperti itu segera terdengar oleh Umar Ibnul Khattab RA Konon yang menyampaikan berita tentang hal itu kepada Umar RA ialah seorang yang bernama Ma'an bin 'Addiy. Ketika itu Umar RA sedang berada di rumah Rasulullah SAW

Pada mulanya Umar RA menolak ajakan Ma'an bin Adiy untuk menyingkir sebentar dari orang banyak yang sedang berkerumun di sekitar rumah Rasulullah SAW Tetapi karena Ma'an terus mendesak, akhirnya Umar RA menuruti ajakannya. Kepada Umar Ibnul Khattab RA Ma'an memberitahukan segala yang sedang terjadi di Saqifah Bani Sa'idah. Dengan penuh kegelisahan dan kekhawatiran Ma'an menyampaikan informasi kepada Umar RA Akhirnya ia bertanya: "Coba, bagaimana pendapat anda?"

Tanpa menunggu jawaban Umar RA yang sedang berfikir itu, Ma'an berkata lebih lanjut: "Sampaikan saja berita ini kepada saudara-saudara kita kaum Muhajirin. Sebaiknya kalian pilih sendiri siapa yang akan diangkat menjadi pemimpin kalian. Kulihat sekarang pintu fitnah sudah ternganga. Semoga Allah akan segera menutupnya."

Umar RA sendiri ternyata tidak dapat menyembunyikan keresahan fikirannya mendengar berita itu. Ia belum tahu apa yang harus diperbuat. Oleh karena itu ia segera menjumpai Abu Bakar Ash Shiddiq RA yang sedang turut membantu membenahi persiapan pemakaman jenazah Rasulullah SAW Menanggapi ajakan Umar r.a Abu Bakar RA menjawab: "Aku sedang sibuk. Rasulullah belum lagi dimakamkan. Aku hendak kauajak kemana?"

Umar RA terus mendesak, dan sambil menarik tangan Abu Bakar RA ia berkata: "Tidak boleh tidak, engkau harus ikut. Insyaa Allah kita akan segera kembali!" Abu Bakar r.a tidak dapat mengelak dan menuruti ajakan Umar RA

Abu Bakar RA & Umar RA ke Saqifah

Sambil berjalan Umar Ibnul Khattab RA menceritakan semua yang didengar tentang pertemuan yang sedang berlangsung di Saqifah Bani Sa'idah. Abu Bakar RA merasa cemas dengan terjadinya perkembangan mendadak, di saat orang sedang sibuk mempersiapkan pemakaman jenazah Rasulullah SAW Dua orang itu kemudian mengambil keputusan untuk bersama-sama berangkat menuju Saqifah Bani Sa'idah.

Setibanya di Saqifah, mereka lihat tempat itu penuh sesak dengan orang-orang Anshar. Di tengah-tengah mereka terlentang tokoh terkemuka mereka, Sa'ad bin 'Ubadah, yang sedang sakit. Setelah mengucapkan salam dan masuk ke dalam Saqifah, Umar RA yang terkenal bertabiat keras itu ingin cepat-cepat berbicara. Abu Bakar RA yang sudah mengenal tabiat Umar r.a, segera mencegah: "Boleh kau bicara panjang lebar nanti.

Baca Lanjutannya dengan klik tombol lihat dibawah

Dengarkan dulu apa yang akan kukatakan. Sesudah aku, bicaralah sesukamu, ujar Abu Bakar RA Umar RA diam, tak jadi bicara. Abu Bakar Ash Shiddiq RA dengan penampilannya yang tenang dan berwibawa mulai berbicara. Setelah mengucapkan salam, syahadat dan shalawat, dengan semangat keakraban ia berkata dengan tegas dan lemah lembut.

"...Allah Maha Terpuji telah mengutus Muhammad membawakan hidayat dan agama yang benar. Beliau berseru kepada ummat manusia supaya memeluk agama Islam. Kemudian Allah membukakan hati dan fikiran kita untuk menyambut baik dan menerima seruan beliau. Kita semua, kaum Muhajirin dan Anshar, adalah orang-orang yang pertama memeluk agama Islam.

Barulah kemudian orang-orang lain mengikuti jejak kita.

"Kami orang-orang Qureiys adalah kerabat Rasulullah SAW Kami adalah orang-orang Arab dari keturunan yang tidak berat sebelah.

"Kalian (kaum Anshar) adalah para pembela kebenaran Allah. Kalian sekutu kami dalam agama dan selalu bersama kami dalam berbuat kebajikan. Kalian merupakan orang-orang yang paling kami cintai dan kami hormati. Kalian merupakan orang-orang yang paling rela menerima takdir Allah, dan bersedia menerima apa yang telah dilimpahkan kepada saudara-saudara kalian kaum Muhajirin. Juga kalian adalah orang-orang yang paling sanggup membuang rasa iri-hati terhadap mereka. Kalian orang-orang yang sangat berkesan di hati mereka, terutama di kala mereka dalam keadaan menderita. Kalian juga merupakan orang-orang yang berhak menjaga agar Islam tidak sampai mengalami kerusakan."

Demikian Abu Bakar RA menurut catatan Ibnu Abil Hadid, yang diketengahkannya dalam buku Syarh Nahjil Balaghah, jilid VI, halaman 5 - 12. Orang-orang Anshar kemudian menyambut: "Demi Allah kami sama sekali tidak merasa iri hati terhadap kebajikan yang di limpahkan Allah kepada kalian (kaum Muhajirin). Tidak ada orang yang lebih kami cintai dan kami sukai selain kalian. Jika kalian sekarang hendak mengangkat seorang pemimpin dari kalangan kalian sendiri, kami rela dan akan kami bai'at. Tetapi dengan syarat, apa bila ia sudah tiada lagi karena meninggal dunia atau lainnya tiba giliran kami untuk memilih dan mengangkat seorang pemimpin dari kalangan kami, kaum Anshar. Bila ia sudah tiada lagi, tibalah kembali giliran kalian untuk mengangkat seorang pemimpin dari kaum Muhajirin. Demikianlah seterusnya selama ummat ini masih ada.

"Itu merupakan cara yang paling kena untuk memelihara keadilan di kalangan ummat Muhammad. Dengan demikian setiap orang Anshar akan menjaga diri jangan sampai menyeleweng sehingga akan ditangkap oleh orang Qureiys. Sebaliknya orang Qureiys pun akan menjaga diri untuk tidak sampai menyeleweng agar jangan sampai ditangkap oleh orang Anshar."

Mendengar pendapat orang Anshar itu, Abu Bakar RA tampil lagi berbicara: "Pada waktu Rasulullah SAW datang membawa risalah, orang-orang Arab bersikeras untuk tidak meninggalkan agama nenek-moyang mereka. Mereka membangkang dan memusuhi beliau. Kemudian Allah mentakdirkan kaum Muhajirin menjadi orang-orang yang terdahulu membenarkan risalah dan beriman kepada beliau. Mereka tolong-menolong dalam membantu Rasulullah dan bersama beliau dengan tabah menghadapi gangguan-gangguan hebat yang dilancarkan oleh kaumnya sendiri.

"Mereka tetap tangguh menghadapi musuh yang tidak sedikit jumlahnya. Mereka adalah manusia-manusia pertama di permukaan bumi ini yang bersembah sujud kepada Allah. Merekapun orang-orang pertama yang beriman kepada Rasulullah. Mereka adalah orang-orang kepercayaan dan sanak famili beliau. Mereka lebih berhak memegang kepemimpinan sepeninggal beliau. Dalam hal itu tidak akan ada orang yang menentang kecuali orang yang dzalim."

"Sesudah kaum Muhajirin, tak ada orang yang mempunyai kelebihan dan kedinian memeluk Islam selain kalian. Oleh karena itu patutlah kalau kami ini menjadi pemimpin-pemimpin dan kalian menjadi pembantu-pembantu kami. Dalam musyawarah kami tidak akan mengistimewakan orang lain kecuali kalian, dan kami tidak akan mengambil tindakan tanpa kalian."

Mendengar penjelasan Abu Bakar RA tersebut, seorang Anshar bernama Hubab bin Al Mundzir bersitegang-leher. Ia berseru kepada kaumnya: Hai Orang-orang Anshar! Pegang teguhlah apa yang ada di tangan kalian. Mereka itu (kaum Muhajirin) bukan lain hanyalah orang-orang yang berada di bawah perlindungan kalian. Orang-orang Anshar tidak akan bersedia menjalankan sesuatu, selain perintah yang kalian keluarkan sendiri. Kalianlah yang melindungi dan membela Rasulullah SAW Kepada kalian mereka berhijrah. Kalian adalah tuan rumah lslam dan Iman.

Demi Allah, Allah tidak disembah secara terang-terangan selain di tengah-tengah kalian dan di negeri kalian. Shalat pun belum pernah diadakan secara berjama'ah selain di masjid-masjid kalian. Iman pun tidak dikenal orang di negeri Arab selain melalui pedang-pedang kalian. Oleh karena itu peganglah teguh-teguh kepemimpinan kalian. Jika mereka menolak, biarlah dari kita seorang pemimpin dan dari mereka seorang pemimpin!"

Sekarang tibalah saatnya Umar Ibnul Khattab RA berbicara. Dengan nada keras tertahan-tahan ia berkata: "Alangkah jauhnya fikiran itu. Dua bilah pedang tak mungkin berada dalam satu sarung! Orang-orang Arab tak mungkin rela menerima pimpinan kalian. Sebab, Nabi mereka bukan berasal dari kalian. Orang-orang Arab tidak akan menolak jika kepemimpinan diserahkan kepada golongan Qureiys. Sebab, baik kenabian maupun kekuasaan berasal dari mereka.

"Itulah alasan kami," kata Umar RA selanjutnya, "yang sangat jelas bagi orang-orang yang tidak sependapat dengan kami. Dan itu pulalah alasan yang sangat gamblang bagi orang-orang yang menentang pendapat kami. Tidak akan ada orang yang menentang pendapat kami mengenai kepemimpinan Muhammad dan ahli warisnya. Tidak akan ada orang yang dapat membantah bahwa kami ini adalah orang-orang kepercayaan dan sanak famili beliau. Hanyalah orang-orang yang hendak menghidupkan kebatilan sajalah yang mau berbuat dosa, atau mereka sajalah orang-orang yang celaka!"

Hubab bin Al-Mundzir berdiri lagi seraya berteriak: "Hai orang-orang Anshar, jangan kalian dengarkan perkataan orang itu dan rekan-rekannya! Mereka akan merampas hak kalian. Jika mereka tetap menolak apa yang telah kalian katakan, keluarkanlah mereka itu dari negeri kalian, dan peganglah sendiri kepemimpinan atas kaum muslimin. Kalian adalah orang-orang yang paling tepat untuk urusan itu. Hanya pedang kalian sajalah yang sanggup menyelesaikan persoalan ini dan dapat menundukkan orang-orang yang tak mau tunduk. Biasanya pendapatku sering berhasil menyelesaikan persoalan rumit seperti ini. Aku mempunyai cukup pengalaman dan pengetahuan tentang asal mula terjadinya persoalan seperti ini. Demi Allah, jika masih ada orang yang membantah apa yang kukatakan, akan kuhancurkan batang hidungnya dengan pedang ini!" Hubab berkata demikian, sambil menghunus pedang dari sarungnya.


Abu Bakar RA di Bai'at


Ibnu Abil Hadid dalam bukunya mengemukakan lebih lanjut tentang peristiwa debat di Saqifah Bani Sa'idah itu sebagai berikut: "Pada waktu Basyir bin Sa'ad Al-Khazrajiy melihat orang Anshar hendak bersepakat mengangkat Sa'ad bin 'Ubadah sebagai Amirul Mukminin, ia segera berdiri. Basyir sendiri adalah orang dari qabilah Khazraj. Ia merasa tidak setuju jika Sa'ad bin Ubadah terpilih sebagai Khalifah.

Berkatalah Basyir: "Hai orang-orang Anshar! Walaupun kita ini termasuk orang-orang yang dini memeluk agama Islam, tetapi perjuangan menegakkan agama tidak bertujuan selain untuk memperoleh keridhoan Allah dan Rasul-Nya. Kita tidak boleh membuat orang banyak berteletele, dan kita tidak ingin keridhoan Allah dan Rasul-Nya diganti dengan urusan duniawi.

Muhammad Rasulullah SAW adalah orang dari Qureiys dan kaumnya tentu lebih berhak mewarisi kepemimpinannya. Demi Allah, Allah SWT tidak memperlihatkan alasan kepadaku untuk menentang mereka memegang kepemimpinan ummat. Bertaqwalah kalian kepada Allah.

Baca Lanjutannya dengan klik tombol lihat dibawah

Janganlah kalian menentang atau membelakangkan mereka!"

Mendengar suara orang Anshar memberi dukungan kepada kaum Muhajirin, Abu Bakar RA berkata lagi: "Inilah Umar dan Abu Ubaidah! Bai'atlah salah seorang, mana yang kalian sukai!"

Tetapi dua orang yang ditunjuk oleh Abu Bakar RA menyahut dengan tegas: "Demi Allah, kami berdua tidak bersedia memegang kepemimpinan mendahuluimu. Engkaulah orang yang paling afdhal di kalangan kaum Muhajirin. Engkaulah yang mendampingi Rasulullah di dalam gua, dan engkau jugalah yang mewakili beliau mengimami shalat-shalat jama'ah selama beliau sakit.

Shalat adalah sendi agama yang paling utama. Ulurkanlah tanganmu, engkau kubai'at."
Tanpa berbicara lagi, Abu Bakar RA segera mengulurkan tangan dan kedua orang itu – yakni Umar RA dan Abu Ubaidah-- segera menyambut tangan Abu Bakar RA sebagai tanda membai'at. Kemudian menyusul Basyir bin Sa'ad mengikuti jejak Umar RA dan Aba Ubaidah.

Pada saat itu Hubab bin Al-Mundzir berkata kepada Basyir: "Hai Basyir, engkau memecah belah!

Engkau berbuat seperti itu hanya didorong oleh rasa iri hati terhadap anak pamanmu," yakni

Sa'ad bin 'Ubadah.

Begitu melihat ada seorang pemimpin qabilah Khazraj membai'at Abu Bakar RA, seorang terkemuka dari qabilah Aus, bernama Usaid bin Udhair, segera pula berdiri dan turut menyatakan bai'atnya kepada Abu Bakar RA Dengan langkah Usaid ini, maka semua orang dari qabilah Aus akhirnya menyatakan bai'atnya masing-masing kepada Abu Bakar RA dan Sa'ad bin Ubadah terbaring tak mereka hiraukan.

Sampai hari-hari selanjutnya, Sa'ad bin 'Ubadah tetap tidak mau menyatakan bai'at kepada Abu Bakar RA Hal itu sangat menimbulkan kemarahan Umar Ibnul Khattab RA Umar RA berusaha hendak menekan Sa'ad, tetapi banyak orang mencegahnya. Mereka memperingatkan Umar RA bahwa usahanya akan sia-sia belaka. Bagaimana pun juga Sa'ad tidak akan mau menyatakan bai'atnya. Walau sampai mati dibunuh sekalipun. Ia seorang yang mempunyai pendirian keras dan bersikap teguh. Kata mereka kepada Umar RA: "Kalau sampai Sa'ad mati terbunuh, anggota-anggota keluarganya tidak akan tinggal diam sebelum semuanya mati terbunuh atau gugur. Dan kalau sampai mereka mati terbunuh, maka semua orang Khazraj tidak akan berpangku tangan sebelum mereka semua mati terbunuh. Dan kalau sampai orang Khazraj diperangi, maka semua orang Aus akan bangkit ikut berperang bersama-sama orang Khazraj."


Pendapat Imam Ali RA

Ketika berlangsung proses pembai'atan Abu Bakar Ash Shiddiq RA sebagai Khalifah untuk meneruskan kepemimpinan Rasulullah SAW atas ummat Islam, Imam Ali RA tidak ikut terlibat di dalamnya. Ia masih sibuk mempersiapkan pemakaman jenazah Rasulullah SAW

Hampir tidak ada ungkapan sejarah yang mengemukakan bagaimana sikap Imam Ali RA pada waktu mendengar berita tentang terbai'atnya Abu Bakar RA secara mendadak sebagai Khalifah. Tetapi isteri Imam Ali RA, puteri Rasulullah SAW yang selalu bersikap terus terang, sukar menerima kenyataan terbai'atnya Abu Bakar RA sebagai Khalifah. Sitti Fatimah Azzahra RA berpendirian, bahwa yang patut memikul tugas sebagai Khalifah dan penerus kepemimpinan Rasulullah SAW hanyalah suaminya.

Pendirian Sitti Fatimah RA didasarkan pada kenyataan bahwa Imam Ali RA adalah satusatunya kerabat terdekat beliau. Bahwa seorang anggota ahlul-bait Rasulullah SAW lebih berhak ketimbang orang lain untuk menduduki jabatan Khalifah. Selain itu Imam Ali RA juga sangat dekat hubungannya dengan Rasulullah SAW, baik dilihat dari sudut hubungan kekeluargaan maupun dari sudut prestasi besar yang telah diperbuat dalam perjuangan menegakkan agama Allah. Demikian pula ilmu pengetahuannya yang sangat kaya berkat ajaran dan pendidikan yang diberikan langsung oleh Rasulullah SAW kepadanya. Itu merupakan syarat-syarat terpenting bagi seseorang untuk dapat di bai'at sebagai penerus kepemimpinan Rasulullah SAW atas ummatnya.

Baca Lanjutannya dengan klik tombol lihat dibawah

Dengan gigih Sitti Fatimah RA memperjuangkan keyakinan dan pendiriannya itu. Pada suatu malam dengan menunggang unta ia mendatangi sejumlah kaum Anshar yang telah membai'at Abu Bakar RA guna menuntut hak suaminya. Kaum Anshar yang didatanginya itu menanggapi tuntutan Sitti Fatimah RA dengan mengatakan: "Wahai puteri Rasulullah SAW, pembai'atan Abu Bakar sudah terjadi. Kami telah memberikan suara kepadanya. Kalau saja ia (Imam Ali RA) datang kepada kami sebelum terjadi pembai'atan itu, pasti kami tidak akan memilih orang lain."

Imam Ali RA: sendiri dalam menanggapi pembai'atan Abu Bakar RA hanya mengatakan: "Patutkah aku meninggalkan Rasulullah SAW sebelum jenazah beliau selesai dimakamkan…, hanya untuk mendapat kekuasaan?"

Pembicaraan dan perdebatan mengenai masalah kekhilafan banyak dilakukan orang, termasuk antara Imam Ali RA dan orang-orang Bani Hasyim di satu fihak, dengan Abu Bakar RA dan Umar RA di lain fihak. Semuanya itu tidak mengubah keadaan yang sudah terjadi. Sebagai akibatnya hubungan antara Sitti Fatimah RA dan Abu Bakar RA tidak lagi pernah berlangsung secara baik.

Sebagai orang yang merasa dirinya mustahak memangku jabatan khalifah, Imam Ali RA tidak meyakini tepatnya pembai'atan yang diberikan oleh kaum Muhajirin dan Anshar kepada Abu Bakar RA Selama 6 bulan ia mengasingkan diri dan menekuni ilmu-ilmu agama yang diterimanya dari Rasulullah SAW

Dalam masa 6 bulan ini muncullah berbagai macam peristiwa berbahaya yang mengancam kelestarian dan kesentosaan ummat.

Demi untuk memelihara kesentosaan Islam dan menjaga keutuhan ummat dari bahaya
perpecahan, akhirnya Imam Ali RA secara ikhlas menyatakan kesediaan mengadakan kerjasama dengan khalifah Abu Bakar RA Terutama mengenai hal-hal yang olehnya dipandang menjadi kepentingan Islam dan kaum muslimin. Sikap Imam Ali RA yang seperti itu tercermin dengan jelas sekali dalam sepucuk suratnya yang antara lain: "Aku tetap berpangku-tangan sampai saat aku melihat banyak orang-orang yang meninggalkan Islam dan kembali kepada agama mereka semula. Mereka berseru untuk menghapuskan agama Muhammad SAW Aku khawatir, jika tidak membela Islam dan pemeluknya, akan kusaksikan terjadinya perpecahan dan kehancuran. Bagiku hal itu merupakan bencana yang lebih besar dibanding dengan hilangnya kekuasaan. Kekuasaan yang ada di tangan kalian, tidak lain hanyalah suatu kenikmatan sementara dan hanya selama beberapa waktu saja. Apa yang sudah ada pada kalian akan lenyap seperti lenyapnya bayangan fatamorgana atau seperti lenyapnya awan. Oleh karena itu, aku bangkit menghadagi kejadian itu, sampai semua kebatilan tersingkir musnah, dan sampai agama berada dalam suasana tenteram…"

Sejak saat itu suara Imam Ali RA berkumandang kembali di tengah-tengah kaum muslimin, terutama pada saat-saat ia dimintai pendapat-pendapat oleh Khalifah Abu Bakar RA

Kesempatan-kesempatan semacam itu dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk memberi pengarahan kepada kehidupan Islam dan kaum muslimin, agar jangan sampai menyimpang dari ketentuan-ketentuan Allah dan Rasul-Nya, baik di bidang legislatif (tasyri'iyyah), eksekutif (tanfidziyyah), maupun judikatif (qadha'iyyah).

Dialog Abu Bakar RA dengan Abbas RA


Dalam buku Syarh Nahjil Balaghah, jilid I, halaman 97-100. Ibnu Abil Hadid mengetengahkan suatu keterangan tentang situasi pada saat terbai'atnya Abu Bakar RA sebagai Khalifah.

Keterangan itu dikutipnya dari penuturan Al-Barra' bin Azib, seorang yang sangat besar
simpatinya kepada Bani Hasyim.

"Aku adalah orang yang tetap mencintai Bani Hasyim," kata Al-Barra' bin Azib. "Pada waktu Rasulullah SAW mangkat, aku sangat khawatir kalau-kalau orang Qureiys sudah punya rencana hendak menjauhkan orang-orang Bani Hasyim dari masalah itu, yakni masalah kekhalifahan. Aku bingung sekali, seperti bingungnya seorang ibu yang kehilangan anak kecil.

Padahal waktu itu aku masih sedih disebabkan oleh wafatnya Rasulullah SAW Aku ragu-ragu menemui orang-orang Bani Hasyim, yang ketika itu sedang berkumpul di kamar Rasulullah SAW Wajah mereka kuamat-amati dengan penuh perhatian. Demikian juga air muka orang-orang Qureiys."

"Demikian itulah keadaanku ketika aku melihat Abu Bakar dan Umar tidak berada di tempat itu.

Sementara itu ada orang mengatakan bahwa sejumlah orang sedang berkumpul di Saqifah Bani Sa'idah. Orang lain lagi mengatakan bahwa Abu Bakar telah dibai'at sebagai Khalifah."

"Tak lama kemudian kulihat Abu Bakar bersama-sama Umar Ibnul Khattab, Abu Ubaidah bin Al- Jarrah dan sejumlah orang lainnya. Mereka itu tampaknya habis menghadiri pertemuan yang baru saja diadakan di Saqifah Bani Sa'idah. Kulihat juga hampir semua orang yang berpapasan dengan mereka ditarik; dihadapkan dan dipegangkan tangannya kepada tangan Abu Bakar sebagai tanda pernyataan bai'at. Saat itu hatiku benar-benar terasa berat.

"Kemudian malam harinya kulihat Al-Miqdad, Salman, Abu Dzar, Ubadah bin Shamit, Abul Haitsam bin At Taihan, Hudzaifah dan 'Ammar bin Yasir. Mereka ini ingin supaya diadakan musyawarah kembali di kalangan kaum Muhajirin. Berita tentang hal ini kemudian didengar oleh Abu Bakar dan Umar."
"Berangkatlah Abu Bakar, Umar, Abu Ubaidah dan Al-Mughirah untuk menjumpai Abbas bin Abdul Mutthalib di rumahnya, Setelah mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah s.w.t., Abu Bakar berkata kepada Abbas:"Allah telah berkenan mengutus Muhammad SAW sebagai Nabi kepada kalian. Allah pun telah mengaruniakan rahmat-Nya kepada ummat dengan adanya Rasul.

Allah di tengah-tengah mereka, sampai Dia menetapkan sendiri apa yang menjadi kehendak-Nya."

"Rasulullah SAW meninggalkan ummatnya supaya mereka menyelesaikan sendiri siapa yang akan diangkat sebagai waliy (pemimpin) mereka. Kemudian kaum muslimin memilih diriku untuk melaksanakan tugas memelihara dan menjaga kepentingan-kepentingan mereka. Pilihan mereka itu kuterima dan aku akan bertindak sebagai waliy mereka. Dengan pertolongan Allah dan bimbingan-Nya, aku tidak akan merasa khawatir, lemah, bingung ataupun takut. Bagiku tak ada taufiq dan pertolongan selain dari Allah. Hanya kepada Allah sajalah aku bertawakkal, kepada-Nya jualah aku akan kembali."

"Tetapi, belum lama berselang aku mendengar ada orang yang menentang dan mengucapkan kata-kata yang berlainan dari yang telah dinyatakan oleh kaum muslimin pada umumnya. Orang itu hendak menjadikan kalian sebagai tempat berlindung dan benteng. Sekarang terserahlah kepada kalian, apakah kalian hendak mengambil sikap seperti yang telah diambil oleh orang banyak, ataukah hendak mengubah sikap mereka dari apa yang sudah menjadi kehendak mereka."

"Kami datang kepada anda, karena kami ingin agar kalian ambil bagian dalam masalah itu. Kami tahu bahwa anda adalah paman Rasulullah SAW Demikian juga semua kaum muslimin mengetahui kedudukan anda dan keluarga anda di sisi Rasulullah SAW Oleh karena itu mereka pasti bersedia meluruskan persoalan bersama-sama anda. Terserahlah kalian, orang-orang Bani Hasyim, sebab Rasulullah dari kami dan dari kalian juga."

Menurut Al-Barra', sampai di situ Umar Ibnu Khattab menukas perkataan Abu Bakar RA. dengan cara-caranya sendiri yang keras. Kemudian Umar RA berkata kepada Abbas: "Kami dating bukan kerena butuh kepada kalian, tetapi kami tidak suka ada orang-orang muslimin dari kalian yang turut menentang. Sebab dengan cara demikian kalian akan lebih banyak menumpuk kayu bakar di atas pundak kaum muslimin. Lihatlah nanti apa yang akan kalian saksikan bersama-sama kaum muslimin."

Menanggapi ucapan Abu Bakar RA. serta Umar RA. tadi, menurut catatan Al-Barra', waktu itu Abbas menjawab: "…Sebagaimana anda katakan tadi, benarlah bahwa Allah telah mengutus Muhammad SAW sebagai Nabi dan sebagai pemimpin kaum msulimin. Dengan itu Allah telah melimpahkan karunia kepada ummat Muhammad sampai Allah menetapkan sendiri apa yang menjadi kehendak-Nya. Rasulullah SAW telah meninggalkan ummatnya supaya mereka menyelesaikan sendiri urusan mereka dan memilih sendiri siapa yang akan diangkat menjadi pemimpin mereka.Mereka tetap berada di dalam kebenaran dan telah menjauhkan diri dari bujukan hawa nafsu.

"Jika atas nama Rasulullah SAW anda minta kepadaku supaya aku turut ambil bagian, sebenarnya hak kami sudah anda ambil lebih dulu. Tetapi jika anda mengatas-namakan kaum muslimin, kami ini pun sebenarnya adalah bagian dari mereka."

"Dalam persoalan kalian itu, kami tidak mengemukakan hal yang berlebih-lebihan. Kami tidak mencari pemecahan melalui jalan tengah dan tidak pula hendak menambah ruwetnya persoalan. Jika sekiranya persoalan itu sudah menjadi kewajiban anda terhadap kaum muslimin, kewajiban itu tidak ada artinya jika kami tidak menyukainya."

"Alangkah jauhnya apa yang telah anda katakan tadi, bahwa di antara kaum muslimin ada yang menentang, di samping ada lain-lainnya lagi yang condong kepada anda. Apa yang anda katakana kepada kami, kalau hal itu memang benar sudah menjadi hak anda kemudian hak itu hendak anda berikan kepada kami, sebaiknya hal itu janganlah anda lakukan. Tetapi jika memang menjadi hak kaum muslimin, anda tidak mempunyai wewenang untuk menetapkan sendiri.

Namun jika hal itu menjadi hak kami, kami tidak rela menyerahkan sebagian pun kepada anda. Apa yang kami katakan itu sama sekali bukan berarti bahwa kami ingin menyingkirkan anda dari urusan kekhalifahan yang sudah anda terima. Kami katakan hal itu semata-mata karena tiap hujjah memerlukan penjelasan."

"Adapun ucapan anda yang mengatakan 'Rasulullah dari kami dan dari kalian juga', maka beliau sesungguhnya berasal dari sebuah pohon dan kami adalah cabang-cabangnya, sedangkan kalian adalah tetangga-tetangganya."

"Mengenai yang anda katakan, hai Umar, tampaknya anda khawatir terhadap apa yang akan diperbuat oleh orang banyak terhadap kami. Sebenarnya itulah yang sejak semula hendak kalian katakan kepada kami. Tetapi hanya kepada Allah sajalah kami mohon pertolongan."


Kekhalifahan Abu Bakar RA.


Masa kekhalifahan Abu Bakar Ash Shiddiq RA. kurang lebih hanya dua tahun. Dalam waktu yang singkat itu terjadi beberapa kali krisis yang mengancam kehidupan Islam dan perkembangannya. Perpecahan dari dalam, maupun rongrongan dari luar cukup gawat. Di utara, pasukan Byzantium (Romawi Timur) yang menguasai wilayah Syam melancarkan berbagai macam provokasi yang serius, guna menghancurkan kaum muslimin Arab, yang baru saja kehilangan pemimpin agungnya.

Dekat menjelang wafatnya, Rasulullah SAW merencanakan sebuah pasukan ekspedisi untuk melawan bahaya dari utara itu, dengan mengangkat Usamah bin Zaid sebagai panglima. Tetapi belum sempat pasukan itu berangkat ke medan juang, Rasulullah wafat.

Setelah Abu Bakar RA. menjadi Khalifah dan pemimpin ummat, amanat Rasulullah dilanjutkan.

Baca Lanjutannya dengan klik tombol lihat dibawah

Pada mulanya banyak orang yang meributkan dan meragukan kemampuan Usamah, dan
pengangkatannya sebagai Panglima pasukan dipandang kurang tepat. Usamah dianggap masih ingusan. Lebih-lebih karena pasukan Byzantium jauh lebih besar, lebih kuat persenjataannya dan lebih banyak pengalaman. Apa lagi pasukan Romawi itu baru saja mengalahkan pasukan Persia dan berhasil menduduki Yerusalem. Di kota suci ini, pasukan Romawi berhasil pula merebut kembali "salib agung" kebanggaan kaum Nasrani, yang semulanya sudah jatuh ke tangan orang-orang Persia.

Dengan dukungan sahabat-sahabat utamanya, Khalifah Abu Bakar RA. berpegang teguh pada amanat Rasulullah SAW Dalam usaha meyakinkan orang-orang tentang benar dan tepatnya kebijaksanaan Rasulullah SAW, Imam Ali RA. memainkan peranan yang tidak kecil. Akhirnya Usamah bin Zaid tetap diserahi pucuk pimpinan atas sebuah pasukan yang bertugas ke utara.

Pengangkatan Usamah sebagai Panglima ternyata tepat. Usamah berhasil dalam ekspedisinya dan kembali ke Madinah membawa kemenangan gemilang.

Bahaya desintegrasi atau perpecahan dalam tubuh kaum muslimin mengancam pula keselamatan ummat. Muncul oknum-oknum yang mengaku dirinya sebagai "nabi-nabi". Muncul pula kaum munafik menelanjangi diri masing-masing. Beberapa Qabilah membelot secara terang-terangan menolak wajib zakat. Selain itu ada qabilah-qabilah yang dengan serta merta berbalik haluan meninggalkan Islam dan kembali ke agama jahiliyah. Pada waktu Rasulullah masih segar bubar, mereka itu ikut menjadi "muslimin". Setelah beliau wafat, mereka memperlihatkan belangnya masing-masing. Seolah-olah kepergian beliau untuk selama-lamanya itu dianggap sebagai pertanda berakhirnya Islam.

Demikian pula kaum Yahudi. Mereka mencoba hendak menggunakan situasi krisis sebagai peluang untuk membangun kekuatan perlawanan balas dendam terhadap kaum muslimin.

Tidak kalah berbahayanya ialah gerak-gerik bekas tokoh-tokoh Qureiys, yang kehilangan kedudukan setelah jatuhnya Makkah ke tangan kaum muslimin. Mereka itu giat berusaha merebut kembali kedudukan sosial dan ekonomi yang telah lepas dari tangan. Tentang mereka ini Khalifah Abu Bakar RA. sendiri pernah berkata kepada para sahabat: "Hati-hatilah kalian terhadap sekelompok orang dari kalangan 'sahabat' yang perutnya sudah mengembang, matanya mengincar-incar dan sudah tidak bisa menyukai siapa pun juga selain diri mereka sendiri.

Awaslah kalian jika ada salah seorang dari mereka itu yang tergelincir. Janganlah kalian sampai seperti dia. Ketahuilah, bahwa mereka akan tetap takut kepada kalian, selama kalian tetap takut kepada Allah…"

Berkat kepemimpinan Abu Bakar RA., serta berkat bantuan para sahabat Rasulullah SAW, seperti Umar Ibnul Khattab RA., Imam Ali RA., Ubaidah bin Al-Jarrah dan lain-lain, krisis-krisis tersebut di atas berhasil ditanggulangi dengan baik. Watak Abu Bakar RA. yang demokratis,dan kearifannya yang selalu meminta nasehat dan pertimbangan para tokoh terkemuka, seperti Imam Ali RA., merupakan, modal penting dalam tugas menyelamatkan ummat yang baru saja kehilangan Pemimpin Agung, Nabi Muhammad SAW

Dengan masa jabatan yang singkat, Khalifah Abu Bakar RA. berhasil mengkonsolidasi persatuan ummat, menciptakan stabilitas negara dan pemerintahan yang dipimpinnya dan menjamin keamanan dan ketertiban di seluruh jazirah Arab.

Abu Bakar Ash Shiddiq RA. memang seorang tokoh yang lemah jasmaninya, akan tetapi ramah dan lembut perangainya, lapang dada dan sabar. Sungguhpun demikian, jika sudah menghadapi masalah yang membahayakan keselamatan Islam dan kaum muslimin, ia tidak segan-segan mengambil tindakan tegas, bahkan kekerasan ditempuhnya bila dipandang perlu. Konon ia wafat akibat serangan penyakit demam tinggi yang datang secara tiba-tiba.

Menurut buku Abqariyyatu Abu Bakar, yang di tulis Abbas Muhammad Al 'Aqqad", sebenarnya Abu Bakar RA. sudah sejak lama terserang penyakit malaria. Yaitu beberapa waktu setelah hijrah ke Madinah. Penyakit yang dideritanya itu dalam waktu relatif lama tampak sembuh, tetapi tiba-tiba kambuh kembali dalam usianya yang sudah lanjut. Abu Bakar RA. wafat pada usia 63 tahun.

Lanjutkan Membaca ...

3 Jan 2012

Kisah Jung Chuang ~Lo Lo ~ wanita muallaf dari Taiwan berusia 24 tahun ~ Kenal Islam saat di Suriah

Jung Chuang, ia seorang wanita muallaf dari Taiwan berusia 24 tahun dariTaiwan. Sis Jung Chuang (nama panggilan akrab Lo 'Lo') berkisah, ia mengenal Islam ketika berbaur dengan teman-teman muslim di Suriah, Ia selalu penasaran untuk melihat bagaimana Muslim mengamati ritual ke-agama-an mereka terutama shalat setiap hari di masjid dan keyakinan mereka Satu Allah. Dia terkesan dengan cara muslim berdoa kepada Allah. Baginya, praktek tersebut sangat sederhana dan merasa bahwa sesuatu dalam pikirannya membimbingnya menuju jalan yang benar dan percaya dalam Satu Tuhan. Setelah itu dia mulai belajar tentang Islam dan mendiskusikan berbagai hal dengan teman-teman. Baginya, teman-teman Muslim dan literatur Islam adalah sumber inspirasi baginya untuk percaya pada Tauhidullah. Dengan karunia Allah (SWT) dan pikiran yang kuat, dia membuat keputusan untuk memeluk Islam dan menyatakan dirinya seorang Muslimah. Ia semula bingung namun bersemangat di awal kehidupannya sebagai seorang Muslimah, tapi segera dia bisa menghadapi situasi baru dan perdamaian ditemukan di terakhir.

Kembali Ia ke rumahnya di Taipei, Taiwan, ia menjelaskan berbagai hal kepada orang tuanya yang non-Muslim dengan hormat dan cinta. Orangtuanya menerima penjelasan-penjelasan dan dihormati keputusannya dalam memilih keyakinan agama sendiri dan cara hidup. Mereka dapat hidup saling menghormati sebagai sebuah keluarga bahagia.


Kisah ini di sampaikan ketika diundang RISEAP (Regional Islamic Da'wah Council of Southeast Asia and Pacific) untuk menghadiri berbagai kursus Islam yang diselenggarakan di International Islamic University Malaysia (IIUM). Diantara peserta yang ambil bagian dalam kursus ini, adalah Sis Jung Chuang, lebih dikenal sebagai Lo 'Lo', seorang muslimah dari Republik Cina. Dia adalah konversi langka muslimah dari Taiwan untuk bergabung kursus.

Selama kursus satu bulan, diadakan pada bulan Oktober, Sis Lo 'Lo', 24, lulusan bahasa Arab dari National Chengchi University, Taipei, datang ke Malaysia dengan komitmen penuh untuk mempelajari lebih lanjut tentang ajaran Islam, terutama belajar membaca Al Qur'an, Shalat dan do'a harian, puasa dan keilmuan tentang haji. Dia juga tertarik pada hewan disembelih seperti yang ditentukan oleh Islam. Dia adalah peserta yang luar biasa dengan kepercayaan diri, pandai berceria dan tentu saja rajin dalam belajar. Dia tertarik untuk mempelajari tentang Al Qur'an dan hadits lebih lanjut.

Sangat menarik untuk dicatat di sini bahwa sementara ia masih menjadi mahasiswa tahun ketiga di universitas, Sis Lo 'Lo' meluangkan waktu untuk menghadiri kursus bahasa Arab satu tahun di Suriah, ketika ditanya mengapa, ia mengatakan bahwa itu adalah cara untuk sampai penguasaan bahasa Arab lebih cepat dan lebih efektif bila Anda belajar dari penutur asli. Setelah satu tahun di Suriah, ia kembali ke Taiwan untuk melanjutkan tahun terakhir dan tentu saja dia melakukannya dengan baik dengan hasil yang sangat baik dalam pengujian. Prestasinya mengejutkan teman-teman sekelasnya.

Sebagai Muslmah, dia terus belajar dan melakukan penelitian tentang Islam terutama pada Tauhid, Hadis, Fikih, Membaca Alquran membaca dan sejarah Islam. Dia berjanji untuk menghadiri kursus RISEAP lagi di masa mendatang, jika diundang, Insya Allah.

Sumber : http://huijiao-macma.blogspot.com/2011/12/muslimah-sister-jung-chuang-from-taiwan.html


Lanjutkan Membaca ...

Sejarah Imam Ali | Ketika Wafatnya Rasulullah S.A.W.

Imam Ali bin Abi Thalib RA sudah pada puncak usia matang ketika Rasulullah SAW wafat, baik secara fisik, mental maupun. pemikiran. Dan Rasulullah Muhammad SAW menegaskan: "Aku ini adalah kotanya ilmu, sedang Ali adalah pintunya.". Ilmu-ilmu Ilahiyah yang diterimanya langsung dari Nabi Muhammad s.a.w. telah cukup untuk menghadapi dan menanggulangi berbagai problem yang akan muncul di kalangan umat Islam. Ketaqwaan dan imannya yang kuat telah teruji dalam pengalaman membela kebenaran Allah dan Rasul-Nya. Menurut Imam Ahmad bin Hanbal dalam Masnadnya jilid II, halaman 300, dan menurut At-Thabariy dalam Dzakha'irul'Uqba' halaman 73, beliau wafat di atas pangkuan Imam Ali RA. Pada saat wafatnya Rasul Allah s.a.w. Imam Ali r.a. adalah orang pertama yang segera turun tangan untuk merawat dan mempersiapkan pemakaman jenazah manusia terbesar di dunia, yang paling dicintai dan dikaguminya. Untuk pertama kali kaum muslimin menghadapi cara pemakaman jenazah orang yang paling mereka hormati dan mereka cintai sebagai pemimpin agung.

Demikian sekelumit isi BAB V dari Buku Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib RA Karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini yang dimuat dalam web Sahabat-nabi.blogspot.com. Berikut , silahkan Simak Keseluruhan isi dari BAB V buku tersebut dibawah.

Bab V : Wafatnya Rasulullah SAW

Pada hari-hari terakhir hayatnya Rasulullah SAW, Imam Ali RA telah sampai pada puncak kematangannya, baik secara fisik, mental maupun pemikiran. Ketaqwaan dan imannya yang kuat telah teruji dalam pengalaman membela kebenaran Allah dan Rasul-Nya. Ilmu-ilmu Ilahiyah yang diterimanya langsung dari Nabi Muhammad SAW telah cukup untuk menghadapi dan menanggulangi berbagai problem yang akan muncul di kalangan umat Islam. Tentang hal itu Nabi Muhammad SAW sendiri telah menegaskan: "Aku ini adalah kotanya ilmu, sedang Ali adalah pintunya."

Penegasan Nabi Muhammad SAW tentang kecerdasan dan kematangan fikiran Imam Ali RA kiranya cukup menjadi ukuran sejauh mana ilmu-ilmu pengetahuan yang telah dituangkan beliau kepada putera pamannya itu.

Pandangan Nubuwwah

Adalah wajar bila Rasul Allah s.a.w. bangga mempunyai seorang keluarga yang telah dibekali syarat-syarat untuk dapat meneruskan kepemimpinannya atas kaum muslimin. Berkat ketajaman pandangan nubuwwahnya, Nabi Muhammad s.a.w. telah melihat akan terjadinya hal-hal yang tidak menggembirakan sepeninggal beliau di masa mendatang.

Mengenai hal yang terakhir ini, Ibnu Abil Hadid dalam bukunya Syarh Nahjil Balaghah, jilid X halaman 182-183 mengatakan: "Pada malam hari setelah mempersiapkan pasukan untuk menghadapi rongrongan Romawi di Balqa --di bawah pimpinan Usamah bin Zaid. Nabi Muhammad s.a.w. berziarah ke makam Buqai'. Setibanya di makam itu beliau mengucapkan: 'Assalamu 'alaikum, ya ahlal-qubur'. Semoga tempat di mana kalian berada ini lebih tenang daripada yang akan dialami oleh orang-orang yang masih hidup. Suatu malapetaka bakal terjadi seperti datangnya malam yang gelap-gulita dari permulaan sampai akhir."

Baca Lanjutannya dengan klik tombol lihat dibawah

Setelah memohon pengampunan bagi para ahlil-qubur, beliau memberitahu para sahabat: "Biasanya Jibril menghadapkan Al Qur'an kepadaku tiap tahun satu kali, tetapi tahun ini menghadapkan kepadaku sampai dua kali, kukira itu karena ajalku sudah dekat."

Keesokan harinya Rasul Allah s.a.w. mengucapkan khutbah di hadapan jema'ah para sahabat. Beliau berkata: " Hai orang-orang, sudah tiba saatnya aku akan pergi dari tengah-tengah kalian.

Barang siapa mempunyai titipan padaku hendaknya datang kepadaku untuk kuserahkan kembali kepadanya. Barang siapa mempunyai penagihan kepadaku hendaknya ia datang untuk segera kulunasi. Hai orang-orang, antara Allah dan seorang hamba, tidak ada keturunan atau urusan apa pun yang dapat mendatangkan kebajikan atau menolak keburukan, selain amal perbuatan.

Janganlah ada orang yang mengaku-aku dan janganlah ada orang yang mengharap-harap. Demi Allah yang mengutusku membawa kebenaran, tidak ada apa pun yang dapat menyelamatkan selain amal perbuatan disertai cinta-kasih. Seandainya aku berbuat durhaka aku pun pasti tergelincir. Ya Allah ..., amanat-Mu telah kusampaikan!"
Dari ucapan-ucapan Rasul Allah s.a.w. malam hari di makam Buqai' dan dari khutbah beliau yang diucapkan keesokan harinya, jelaslah bagi kaum muslimin kesukaran-kesukaran yang bakal dihadapi sepeninggal Rasul Allah s.a.w. Kesukaran-kesukaran yang hanya dapat ditanggulangi dengan amal perbuatan yang disertai cinta-kasih, sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya.

Secara tidak langsung pun beliau memperingatkan, bahwa barang siapa berbuat durhaka, ia pasti akan tergelincir ke jalan yang tidak diridhoi Allah s.w.t.

Rasulullah SAW Jatuh Sakit

Canang dan peringatan Rasul Allah s.a.w. kepada ummatnya itu diucapkan di kala kaum muslimin di seluruh jazirah Arab sudah dalam keadaan mantap. Hanya dalam waktu 10 tahun, jazirah yang seluas itu telah bernaung di bawah kibaran panji-panji agama Allah. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, jazirah yang dihuni oleh qabilah-qabilah, suku-suku dan puak-puak yang saling bertentangan, bersaingan dan bercerai-berai itu, kini telah berhasil dipersatukan dalam satu agama, satu aqidah dan satu pimpinan. Agama Islam aqidahnya ialah tauhid dan pimpinannya ialah Rasul Allah s.a.w.

Atas kehendak Allah s.w.t. dan rakhmat-Nya serta berkat kebijaksanaan Rasul-Nya, perjuangan mengakhiri paganisme (agama keberhalaan) telah mencapai prestasi yang luar biasa besarnya.

Baca Lanjutannya dengan klik tombol lihat dibawah

Missi suci menyebarkan agama Islam, praktis telah diselesaikan dengan sukses oleh Nabi Muhammad SAW Sekembalinya dari ibadah haji wada', Rasulullah SAW mengangkat Usamah bin Zaid bin Haritsah sebagai panglima pasukan muslimin untuk menghadapi rongrongan Romawi di Balqa, sebelah utara jazirah Arab. Pengangkatan Usamah yang baru berusia 22 tahun itu, menimbulkan kekhawatiran di kalangan para sahabat terkemuka. Sebab, selain Usamah masih terdapat panglima-panglima yang telah banyak makan garam peperangan dan pantas untuk jabatan itu. Namun Rasulullah SAW tetap berpegang teguh pada kebijaksanaan yang telah ditetapkan.

Secara psikologis pengangkatan Usamah bin Zaid adalah tepat. Ia seorang tokoh muda yang cerdas dan penuh inisiatif. Lagi pula ayahnya, Zaid bin Haritsah, bukan nama yang kecil dalam jajaran pahlawan-pahlawan Islam. Ia gugur di Mu'tah sebagai pahlawan syahid dalam pertempuran melawan pasukan Romawi. Karena itu diharapkan Usamah akan mendapat kesempatan baik untuk menuntut balas atas kematian ayahnya.

Pada waktu Usamah bin Zaid dan pasukannya yang besar itu sudah dalam keadaan siaga, tiba-tiba Rasulullah SAW jatuh sakit. Baru kali ini beliau mengeluh tentang penyakitnya. Beliau menderita penyakit demam tinggi. Tubuh yang selama hayatnya diabdikan kepada perjuangan di jalan Allah SWT, kini tiba-tiba hampir tak bertenaga. Kaum muslimin sangat resah melihat penyakit beliau yang tampak gawat.

Meskipun demikian, banyak juga para sahabat yang tidak percaya, bahwa jasmani seorang manusia utusan Allah yang kekar dan kuat itu bisa dibuat tidak berdaya oleh penyakit. Lebih-lebih karena di masa sakit itu, beliau masih sibuk mengatasi keresahan fikiran sementara sahabat yang kurang bisa menerima pengangkatan Usamah.

Mengenai Usamah ini, Nabi Muhammad SAW cukup tegas. Putusan yang telah beliau ambil tak dapat ditawar-tawar lagi. Usamah beliau perintahkan agar bertindak sebagai pemimpin ekspedisi ke utara. Ketetapan yang beliau ambil itu besar artinya bagi kaum muda. Muhammad Husein Haikal dalam bukunya "Hayat Muhammad" tentang hal itu mengatakan: "Timbul keyakinan di kalangan kaum muda bahwa mereka pun mampu mengemban tugas berat.

Kebijaksanaan beliau itu juga merupakan pendidikan bagi mereka agar membiasakan diri memikul beban tanggung jawab yang besar dan berat."

Makin hari penyakit yang diderita-Rasulullah SAW makin gawat. Semula beliau tetap berusaha agar dapat melaksanakan tugas sehari-hari, seperti mengimami shalat jama'ah. Akan tetapi ketika dirasa penyakitnya bertambah berat, beliau memerintahkan Abu Bakar Ash Shiddiq RA menggantikan beliau melaksanakan tugas yang amat mulia itu. Perintah Nabi Muhammad SAW kepada Abu Bakar Ash Shiddiq ra. itulah yang kemudian diartikan orang sebagai petunjuk, bahwa Abu Bakar RA adalah orang yang layak menduduki kepemimpinan ummat Islam sepeninggal Rasulullah SAW.

Wasiyat Rasulullah SAW

Dalam keadaan menderita sakit yang sedang gawat-gawatnya, Rasulullah SAW menyampaikan pesan kepada para sahabatnya kaum Muhajirin, agar memelihara persaudaraan dan menjaga hubungan baik dengan kaum Anshar. "Mereka itu", yakni kaum Anshar, kata Nabi Muhammad SAW, "adalah orang-orang tempat aku menyimpan rahasiaku dan yang telah memberi perlindungan kepadaku. Hendaknya kalian berbuat baik atas kebaikan mereka itu dan memaafkan mereka bila ada yang berbuat salah."

Imam Al Bukhari dalam shahihnya mengetengahkan sebuah hadits, dengan sanad Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah dan berasal dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Rasulullah SAW sedang mendekati ajal, berkata kepada para sahabat yang berada di sekelilingnya. Di antara mereka itu terdapat Umar Ibnul Khattab RA Nabi Muhammad SAW berkata: "Marilah…, akan kutuliskan untuk kalian suatu kitab (secarik surat wasyiat) dengan mana kalian tidak akan sesat sepeninggalku."

Baca Lanjutannya dengan klik tombol lihat dibawah

Mendengar itu Umar bin Khattab RA berkata kepada sahabat-sahabat lainnya: "Nabi dalam keadaan sangat payah dan kalian telah mempunyai Al-Qur'an. Cukuplah Kitab Allah itu bagi kita."

Menanggapi perkataan Umar RA itu para sahabat berselisih pendapat. Ada yang minta supaya segera disediakan alat tulis agar Rasulullah SAW menuliskan wasiyatnya yang terakhir. Ada pula yang sependapat dengan Umar RA Terjadilah pertengkaran mulut, sehingga Rasulullah SAW akhirnya menghardik: "Nyahlah kalian!"

Hadits itu tidak perlu lagi dipersoalkan kebenarannya. Sebab Al-Bukhari sendiri meriwayatkan hadits tersebut di berbagai tempat dalam Shaihnya. Juga Muslim dalam Shahihnya pada bagian "Wasiyat terakhir" meriwayatkan hadits tersebut dari Sa'ad bin Zubair yang berasal dari Ibnu Abbas pula.

At-Thabrani dalam "Al-Ausath" mengemukakan: "Pada waktu Rasulullah SAW menghadapi ajal, beliau berkata: "Bawalah kepadaku lembaran dan tinta. Akan kutuliskan untuk kalian yang dengan itu kalian tidak akan sesat selama-lamanya."

Mendengar ucapan Nabi Muhammd SAW itu, para wanita yang menunggu di belakang tabir (hijab) berkata kepada para sahabat Nabi yang berada di tempat itu: "Tidakkah kalian mendengar apa yang dikatakan oleh Rasulullah ?"

Umar Ibnul Khattab RA segera menyahut: "Kukatakan, kalian itu sama dengan wanita-wanita yang mengelilingi Nabi Yusuf. Jika Rasulullah sakit kalian mencucurkan air mata dan jika beliau sehat kalian menunggangi lehernya!"

Mendengar ucapan Umar RA itu Rasulullah SAW kemudian berkata mengingatkan: "Biarkan mereka itu, mereka itu lebih baik daripada kalian."

Hadist yang diketengahkan oleh At-Thabrani itu terdapat dalam "Kanzul 'Ummal", jilid III, hlm 138. Penyakit Rasulullah SAW mencapai puncaknya ketika beliau berada di kediaman Sitti Maimunah RA, salah seorang isteri beliau. Atas kesepakatan semua isterinya beliau meminta supaya dibawa ke tempat kediaman Sitti Aisyah RA Dengan berikat kepala, beliau keluar dan berjalan sambil bertopang pada Imam Ali RA dan pamannya, Abbas. Beliau tiba di tempat kediaman Sitti Aisyah RA dalam keadaan lemah sekali.

Beberapa hari kemudian, di saat banyak orang sedang menunaikan shalat jama'ah yang diimami oleh Abu Bakar RA, tiba-tiba Nabi Muhammad SAW muncul di tengah-tengah mereka dengan bertopang pada Imam Ali RA serta Al Fadhl bin Abbas. Shalat subuh berjama'ah itu hampir saja tertunda karena hal yang mengejutkan itu. Hal itu tak sampai terjadi, karena Rasulullah SAW memerintahkan supaya shalat dilanjutkan.

Abu Bakar RA sendiri merasa rikuh, berniat mundur dan hendak menyerahkan imam shalat kepada beliau, tetapi Nabi Muhammad SAW mendorongnya dari belakang sambil berucap setengah berbisik: "Teruskan mengimami shalat". Beliau kemudian mengambil tempat di samping kanan Abu Bakar RA dan menunaikan shalat sambil duduk.

Seusai shalat Nabi Muhammad SAW berbalik menghadap kebelakang dan bertatap-muka dengan jama'ah yang memenuhi masjid. Semua bergembira melihat Rasulullah SAW berangsur sehat. Lebih tertegun lagi tatkala beliau berkata: " Hai kaum muslimin, api neraka sudah bertiup dan fitnahpun akan datang seperti malam gelap-gulita. Demi Allah, aku tidak akan menghalalkan sesuatu selain yang dihalalkan oleh Al Qur'an. Aku pun tidak akan mengharamkan sesuatu selain yang diharamkan oleh Al Qur'an. Terkutuklah orang yang menggunakan pekuburan sebagai tempat bersujud (Masjid)."

Kesehatan Rasulullah SAW yang secara tiba-tiba tampak pulih kembali dengan cepat tersiar luas dan disambut gembira sekali oleh seluruh kaum muslimin. Usamah bin Zaid, yang semula sudah siap untuk membubarkan pasukan, karena Rasulullah SAW sakit keras, kemudian menghadap beliau untuk minta izin menggerakkan pasukannya ke Syam. Bahkan Abu Bakar RA sendiri pun yakin benar bahwa beliau sudah bisa kembali menjalankan tugas sehari-hari. Begitu pula Umar Ibnul Khattab RA dan para sahabat dekat lainnya, sekarang sudah beranjak meninggalkan masjid guna menyelesaikan keperluan masing-masing.


Rasulullah SAW Wafat

Akan tetapi kondisi kesehatan beliau yang seperti itu ternyata hanya semu belaka. Beberapa saat kemudian penyakitnya berubah menjadi gawat kembali. Detik-detik terakhir hayatnya tiba dikala beliau berbaring di pangkuan isterinya, Sitti Aisyah RA

Agak lain dari itu, menurut Imam Ahmad bin Hanbal dalam Masnadnya jilid II, halaman 300, dan menurut At-Thabariy dalam Dzakha'irul'Uqba' halaman 73, beliau wafat di atas pangkuan Imam Ali RA Ucapan terakhir yang keluar pada detik kemangkatan beliau ialah "Ar Rafiqul A'laa. minal jannah…"

Baca Lanjutannya dengan klik tombol lihat dibawah

Ada yang mengatakan beliau wafat pada bagian akhir bulan shafar tahun 11 hijriyah. Ada pula sejarawan yang menyebut permulaan Rabi'ul Awwal sebagai hari wafat beliau. Kaum Syi'ah, misalnya, mengatakan bahwa beliau wafat dua hari terakhir bulan shafar. Tetapi banyak penulis sejarah lainnya mengatakan pada permulaan bulan Rabi'ul Awwal tahun 11 Hijriyah, atau tanggal 8 Juni tahun 632 Masehi.

Tentang hari dan tanggal wafatnya Rasulullah SAW bukanlah suatu masalah yang perlu dipersoalkan. Yang penting dan yang sangat perlu ditekankan, bahwa pada saat-saat terakhir hayatnya, beliau tidak mengatakan siapa yang akan meneruskan kepemimpinan atas ummatnya. Hal ini di belakang hari akan menjadi titik perbedaan pendapat tentang kepemimpinan ummat di kalangan kaum muslimin.

Rasulullah s.a.w pulang keharibaan Allah Rabbul'alamin hanya meninggalkan Kitab Allah yang berisi firman-firman-Nya, dan ajaran serta tauladan beliau yang kemudian dikenal sebagai Sunnah Rasulullah SAW Beliau mangkat meninggalkan Islam sebagai buah risalah suci dalam keadaan lengkap dan sempurna, yang kehadirannya di permukaan bumi akan melahirkan peradaban baru dalam kehidupan manusia.

Nabi Muhammad SAW wafat meninggalkan keluarga dan para sahabat, yang ketangguhan Iman dan kesetiaannya kepada Islam bisa diandalkan untuk menjamin kelestarian agama Allah dan mengembang-luaskan manusia pemeluknya. Kebenaran telah tiba dan kebatilan pasti lenyap.

Itulah motto perjuangan ummat Islam yang mau tidak mau harus diperhitungkan oleh kekuatan-kekuatan kuffar di Barat dan kekuatan-kekuatan musyrikin di Timur. Kemangkatan Rasulullah SAW merupakan peristiwa yang tidak diduga akan secepat itu.

Kejadian yang terasa sangat mengejutkan itu, mengakibatkan banyak kaum muslimin terombang-ambing antara percaya dan tidak. Bahkan sahabat terdekat beliau sendiri, yaitu Umar Ibnul Khattab RA masih juga tidak mau percaya mendengar berita tentang wafatnya Rasulullah SAW hingga saat ia sendiri menyaksikan jenazah suci terbaring di rumah Sitti Aisyah RA, masih tetap berseru kepada semua orang: "Rasulullah tidak wafat! Beliau hanya menghilang dan akan kembali lagi!"

Umar Ibnul Khattab RA tetap membantah, bahkan mengancam-ancam setiap orang yang mengatakan bahwa Rasulullah telah wafat. Apa yang diperlihatkan oleh Umar Ibnul Khattab RA itu hanya menunjukkan betapa hebatnya goncangan kaum muslimin mendengar berita tentang wafatnya Nabi Muhammad SAW

Seorang sahabat lainnya, Al-Mughirah, berusaha meyakinkan Umar RA bahwa Rasulullah SAW benar-benar wafat. Dengan geram Umar RA menuduhnya sebagai pembohong. Umar RA menjawab: "Beliau hanya pergi menghadap Allah, sama seperti Musa bin Imran yang menghilang dari tengah-tengah kaumnya selama 40 hari dan akhirnya kembali lagi kepada mereka."

Banyak orang yang dituduh oleh Umar RA sebagai munafik, hanya karena memberitakan kemangkatan Rasulullah SAW. Kepada orang-orang yang sedang berkerumun di masjid Nabawi, Umar RA meneriakkan ancaman: "Barang siapa berani mengatakan Rasulullah telah wafat, akan kupotong kaki dan tangannya!" Ancaman Umar RA yang seperti itu cukup menambah bingungnya kaum muslimnin yang sedang dirundung duka cita.

Abu Bakar RA yang baru saja datang dari Sunh, ketika mendengar Umar RA melontarkan kata-kata sekeras itu, berusaha meyakinkan dengan mensitir ayat 144 Surah Ali Imran, yang dalam bahasa Indonesianya: "Muhammad itu tiada lain hanya seorang Rasul, sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jika dia wafat atau terbunuh kamu berbalik ke belakang? Barangsiapa yang berbalik ke belakang ia tak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur." Mendengar itu sadarlah Umar Ibnul Khattab atas kekhilafannya.

Pemakaman Rasulullah SAW

Pada saat wafatnya Rasulullah SAW Imam Ali RA adalah orang pertama yang segera turun tangan untuk merawat dan mempersiapkan pemakaman jenazah manusia terbesar di dunia, yang paling dicintai dan dikaguminya. Untuk pertama kali kaum muslimin menghadapi cara pemakaman jenazah orang yang paling mereka hormati dan mereka cintai sebagai pemimpin agung.

Seorang manusia pilihan Allah, Nabi dan Rasul-Nya. Seorang besar yang tak akan pernah ada bandingannya dalam sejarah. Seorang arif bijaksana yang telah berhasil mengubah tata kehidupan bangsanya. Seorang yang telah menunjukkan kesanggupan merombak secara menyeluruh nilai-nilai lama dan menggantinya dengan nilai-nilai baru yang mulia dan luhur, yaitu Islam. Seorang manusia agung yang jauh lebih mulia dibanding dengan kepala-kepala qabilah, pemimpin-pemimpin golongan, bahkan raja-raja sekalipun. Seorang yang hanya dalam waktu kurang lebih dua dasawarsa sanggup mengubah wajah dunia Arab dan mengangkat derajat satu bangsa yang tadinya dipandang rendah menjadi sangat disegani oleh kekutan-kekuatan raksasa seperti Romawi dan Persia. Jauh lebih besar lagi, karena Nabi Muhammad SAW datang ke tengah-tengah ummat manusia membawa agama besar untuk menegakkan kebenaran dan keadilan di permukaan bumi.

Baca Lanjutannya dengan klik tombol lihat dibawah

Tata-cara yang direncanakan untuk memakamkan jenazah suci itu ternyata banyak menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan kaum muslimin, terutama mengenai problema: siapa yang berhak memandikan, siapa yang berhak menurunkan ke liang lahad dan lain sebagainya.

Tentang di mana jenazah suci akan dikebumikan juga menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan para sahabat. Sebagian menuntut supaya jenazah Rasulullah SAW dimakamkan di Makkah. Sebagai alasan dikatakan, di kota itulah beliau dilahirkan. Sebagian lain menuntut supaya jenazah beliau dimakamkan di Madinah, di pemakaman Buqai', dengan alasan agar beliau bersemayam bersama-sama pahlawan syahid yang gugur dalam perang Uhud. Akhirnya perbedaan pendapat ini dapat disudahi, setelah Abu Bakar RA mengumumkan, bahwa ia mendengar sendiri penegasan Rasulullah SAW: "Semua Nabi dimakamkan di tempat mereka wafat". Berdasarkan itu bulatlah mereka memakamkan jenazah Nabi Muhammad SAW di rumah beliau di Madinah.

Tentang masalah siapa yang akan mengimami shalat jenazah secara berjama'ah juga terdapat pertikaian. Pertikaian itu terjadi karena hal itu dipandang suatu kehormatan yang sangat tinggi bagi seorang yang bertindak selaku Imam shalat jenazah bagi manusia agung seperti Nabi Muhammad SAW Karena tidak tercapai kesepakatan, akhirnya tiap orang melakukan shalat jenazah sendiri-sendiri. Sementara itu terdapat riwayat lain yang mengatakan, bahwa di kala itu Imam Ali RA mengusulkan shalat jenazah secara berjema'ah. Usul tersebut diterima oleh kaum muslimin, bahkan disepakati ia bertindak sebagai imam.

Begitu pula, tentang siapa yang akan mendapat kehormatan menurunkan jenazah suci ke liang lahad. Abbas bin Abdul Mutthalib, paman Rasulullah SAW mengusulkan supaya Abu Ubaidah bin Al Jarrah saja yang menurunkan ke liang lahad. Sebagai alasan dikemukakan, bahwa dia sudah biasa menggali lahad dan mengembumikan orang-orang Makkah. Imam Ali RA berpendirian lain. Ia mengusulkan agar Abu Thalhah Al-Anshariy saja yang turun ke liang lahad.

Alasannya senada dengan paman Rasulullah SAW di atas, hanya kotanya lain: "Ia sudah biasa menggali lahad dan memakamkan orang-orang Madinah."

Setelah melalui pertukaran pendapat beberapa lamanya, akhirnya terdapat saling pengertian dan Abu Thalhah mendapat kehormatan menggali liang lahad. Kemudian timbul pula problema baru. Siapa yang akan menyertai Abu Thalhah dalam melaksanakan tugas terhormat itu?

Problema-problema seperti di atas timbul, karena tidak ada seorang pun yang diakui
otoritasnya untuk mengatur dan menentukan tata-cara pemakaman. Juga karena tidak ada wasiyat apa pun dari Rasulullah SAW tentang sesuatu yang perlu dilakukan kaum muslimin pada saat beliau wafat. Soal-soal yang bagi orang zaman sekarang dianggap kurang penting, pada masa itu benar-benar dipandang sebagai satu soal yang besar. Lebih-lebih karena yang dihadapi kaum muslimin ialah jenazah Rasulullah SAW Hal itu wajar. Rasanya tidak ada kehormatan yang lebih tinggi dari pada memperoleh kesempatan memberikan pelayanan terakhir kepada jenazah suci itu.

Akhirnya Imam Ali RA dengan terus terang dan tegas berkata: "Tidak ada orang yang boleh turun ke liang lahad bersama Abu Thalhah selain aku sendiri dan Abbas."

Sungguh pun sudah ada ketegasan seperti itu dari Imam Ali RA, namun dalam praktek ia membolehkan juga Al-Fadhl bin Abbas dan Usamah bin Zaid turun ke liang lahad. Hal itu menimbulkan rasa kurang enak di kalangan kaum Anshar. Mereka menuntut agar ada seorang dari kaum Anshar yang ikut. Tuntutan yang adil itu akhirnya disepakati dan ditunjuklah orangnya, Aus bin Khauliy. Aus dulu pernah ikut aktif dalam perang Badr melawan kaum musyrikin Qureiys.

Dalam semua kegiatan membenahi pemakaman jenazah Rasulullah SAW, Imam Ali RA benar-benar memainkan peranan yang sangat dominan. Bahkan waktu memandikan jenazah beliau, Imam Ali RAlah satu-satunya orang yang menjamah jasad manusia agung itu. Hal itu dimungkinkan karena sebelumnya banyak orang yang sudah mendengar, bahwa Rasulullah SAW sendiri pernah menyatakan, hanya Imam Ali RA saja yang boleh melihat aurat beliau.

Kesan Imam Ali RA yang sangat mendalam dan selalu terkenang dari peristiwa memandikan jenazah suci itu ialah: "…kubalikkan sedikit saja, jasad beliau sudah menurut. Sama sekali tidak kurasakan berat. Seolah-olah ada tangan lain yang membantuku, bukan lain pasti tangan Malaikat."

Riwayat lain mengatakan, bahwa yang memandikan jenazah Rasulullah SAW bukan hanya Imam Ali RA, tetapi juga Abbas bin Abdul Mutthalib serta dibantu oleh dua orang puteranya yang bernama Al-Fadhl dan Qutsam, di samping Usamah bin Zaid. Usamah bin Zaid dan Syukran, yang sampai saat terakhir menjadi pembantu Rasulullah SAW, dua-duanya menuangkan air.

Jasad jenazah suci dimandikan tetap dalam mengenakan pakaian. Di saat memandikan Imam Ali RA tertegun oleh keharuman bau semerbak dan sambil bergumam mengucapkan: "Demi Allah, alangkah harumnya engka.u di waktu hidup dan setelah meninggal!"


Sementara riwayat mengatakan pula, hahwa pemakaman jenazah suci itu dilakukan pada malam hari di bawah cahaya gemerlapan bintang-bintang di langit hening. Di tengah keheningan malam itu terdengar detak-denting suara orang menggali lahad, bercampur suara saling berbisik, seolah-olah jangan sampai mengusik ketenangan jenazah agung yang sedang menuju ke pembaringan terakhir. Tidak jauh dari tempat pamakaman terdengar suara haru para wanita tertahan mengendap-endap rintihan duka. Innaa Lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun…

Lanjutkan Membaca ...