25 Jan 2012

Meraih Taqwa berbahan Baku Iman dan Diproses dengan Puasa


Untuk Meraih derajat taqwa, seorang mu'minin harus memproses IMAN sebagai bahan baku dan memprosesnya dengan Puasa. Simak artikel post ini, bagaimana harus men-duduk-kan , mendefinisikan, dan kesinambungan proses Iman sebagai bahan baku dari taqwa dan bagaimana peranan "PUASA" sebagai suatu proses penghasil keTAQWAan yang bersumber dari ke-imanan. Untuk dapat memahami pembahasan ini, perlu bagi anda untuk merubah "PARADIGMA" anda. Sumber artikel ini saya ambil dari sebuah page di facebook http://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=217240628367171&id=211239248967309 . Semoga bermanfaat

Bi Ismi Allah al-Rahman al-Rahiim

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada Rasulullah, kesejahteraan semoga terlimpah atas muslimin muslimat.

Al-Baqarah : 183,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa"

Ayat diatas mengandung rumus pasti matematis dan logis, yaitu:

IMAN + PUASA = TAQWA

IMAN (BAHAN BAKU) + PUASA (PROSES) = TAQWA (HASIL)
Benarkah rumus tersebut? pada realitas kehidupan masyarakat muslim khususnya di indonesia, rumus tersebut agaknya tidak selalu benar. Banyak yang telah melewatkan ramadhan dengan berpuasa selama satu bulan penuh namun pada bulan syawal ternyata derajat muttaqin itu tak menempel di dadanya. Lalu, apanya yang salah? apakah rumusnya yang salah atau apanya? mari kita kaji lebih jauh lagi.

Berdasarkan rumus diatas, TAQWA merupakan produk dari proses produksi PUASA dengan bahan bakunya yaitu IMAN. Untuk mendapatkan hasil produksi yang baik maka diperlukan bahan baku yang baik pula, namun bahan baku yang baik jika tidak diproses dengan baik maka hasilnyapun tak akan baik. Jadi, antara bahan baku dan proses produksi harus sama-sama baik, demi mendapat hasil produksi yang baik pula. Untuk memulainya, maka langkah pertama yang harus kita lakukan adalah memilih bahan baku terbaik diantara yang terbaik.

IMAN

Definisi Iman Menurut Bahasa

ايمان adalah isim mashdar (kata benda bentukan) dari kata kerja آمَنُ (alif panjang satu harkat). آمَنُ dengan alif panjang satu harkat merupakan pentashrifan dari kata امن (alif normal). امن memiliki arti aman, percaya. آمَنُ (alif panjang satu harkat) memiliki arti mengupayakan aman, mengupayakan percaya.

امن = aman, percaya.

آمَنُ = mengupayakan aman, mengupayakan percaya.

ايمان = upaya menjaga keamanan, upaya menjaga kepercayaan.

Pak Mu'min memiliki usaha garmen dengan asset lebih dari 2 trilyun rupiah, dengan usahanya itu Pak Mu'min berhasil memiliki 5 rumah dengan nilai total 10 milyar, 3 mobil dengan nilai total 3 milyar. Dengan assetnya yang begitu banyak, pak Mu'min hidup dengan penuh tekanan karena selalu terpikirkan bagaimana mengamankan kekayaannya tersebut. Tekanan pikiran ini selalu dirasakan oleh pak Mu'min sampai suatu hari dia menemukan sebuah perusahaan asuransi yang sangat terpercaya. Perusahaan asuransi tersebut bernama PT. Al-Amin. Akhirnya setelah mempelajari dengan begitu seksama, pak Mu'min mengambil keputusan untuk mengasuransikan semua kekayaannya kepada perusahaan asuransi Al-Amin tersebut. Dan sejak saat itu akhirnya pak Mu'min terbebas dari tekanan pikiran yang selama ini dideritanya. Pak Mu'min sudah bisa tertidur pulas, karena meskipun kekayaannya hilang maka perusahaan asuransi siap menggantinya. Kepercayaan Pak Mu'min kepada PT. Al-Amin menghasilkan rasa aman didalam dirinya. Kredibilitas PT. Al-Amin berhasil menarik hati pak Mu'min untuk mempercayainya.

Definisi Iman Menurut Terminologi Al-Quran

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ 2 الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ 3 أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan salat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia." Al-Anfaal : 2-3.

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar. " Al-Hujuraat : 15.

Sebetulnya banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang menerangkan tentang Iman, namun pada bahasan ini kiranya ayat-ayat diatas dapat kita jadikan rujukan tentang apa itu Iman.

Berdasarkan ayat diatas, Iman adalah kepercayaan yang sungguh-sungguh telah merasuk kedalam qalbu, tak ada keraguan sedikitpun, dan dengan kepercayaannya yang begitu dalam maka ia menyerahkan semuanya kepada Allah, dan berjuang sengan segenap daya upaya dengan harta dan jiwa untuk menjaga kepercayaannya itu.

Definisi Iman Menurut Terminologi Al-Hadits

عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضًا قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ, لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ, حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم, فأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ, وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ, وَ قَالَ : يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِسْلاَمِ, فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : اَلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَإِ لَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ, وَتُقِيْمُ الصَّلاَةَ, وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ, وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ, وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً. قَالَ : صَدَقْتُ. فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْئَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِيْمَانِ, قَالَ : أَنْ بِاللهِ, وَمَلاَئِكَتِهِ, وَكُتُبِهِ, وَرُسُلِهِ, وَالْيَوْمِ الآخِرِ, وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ. قَالَ : صَدَقْتَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ, قَالَ : أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ السَّاعَةِ قَالَ : مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنْ أَمَارَاتِهَا, قَالَ : أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا, وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِيْ الْبُنْيَانِ, ثم اَنْطَلَقَ, فَلَبِثْتُ مَلِيًّا, ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرُ, أَتَدْرِيْ مَنِ السَّائِل؟ قُلْتُ : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ : فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu berkata : Suatu ketika, kami (para sahabat) duduk di dekat Rasululah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi, kemudian ia berkata :

“Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukannya,” lelaki itu berkata,”Engkau benar,” maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya.

Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”. Nabi menjawab,”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para RasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.”

Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.”

Lelaki itu berkata lagi : “Beritahukan kepadaku kapan terjadi Kiamat?” Nabi menjawab,”Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.” Dia pun bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!” Nabi menjawab,”Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”

Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi bertanya kepadaku : “Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?” Aku menjawab,”Allah dan RasulNya lebih mengetahui,” Beliau bersabda,”Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian.” [HR Muslim, no. 8] [1]

Definisi Iman Menurut Terminologi Ulama

Iman adalah membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan, mengamalkan dengan perbuatan.

Kesimpulan Definisi Iman

Definisi Iman adalah keyakinan yang teguh yang tak ada keraguan sedikitpun kepada Allah dan segenap kekuasaan-Nya, Lantas dengan keyakinannya itu dia mengikrarkan janji setia untuk menyerahkan semuanya kepada Allah, Dan dengan mentaati semua prosedurnya dia mendapatkan rasa aman dalam keyakinannya itu.

Keimanan yang benar adalah keimanan yang berdasarkan ilmu, artinya dia telah membuktikan dengan pengetahuannya bahwa hanya Allah saja yang dapat dipercaya untuk menjaga hidupnya.

Orang yang beriman kepada Allah berarti ia telah yakin dengan sepenuhnya bahwa hanya Allah saja yang pantas untuk ia bergantung kepada-Nya, Hanya Allah saja yang pantas ia berlindung dibawah kekuasaan-Nya, Hanya Allah saja yang pantas ia mengabdi kepada-Nya.

Dengan keteguhan keyakinannya itu maka ia serahkan semua yang ada padanya kepada Allah, maka berarti orang yang beriman adalah orang yang sudah tidak merasa memiliki apa yang ada padanya dan menganggap bahwa semua yang ada padanya adalah amanah dari Allah untuk ia jaga dan ia gunakan sesuai dengan kehendak yang pemberi amanah yaitu Allah.

PUASA

Banyak yang beranggapan bahwa puasa adalah menahan atau mengekang diri dari kebebasan hawa nafsu, anggapan ini kiranya masih perlu kita kaji lagi tentang kebenarannya. Karena jika puasa diartikan sebagai pengekangan dari kebebasan maka begitu kebebasan itu berakhir pada malam harinya, begitu hanyut ia kedalam kesenangan, sebagai ganti puasa yang telah mengekangnya tadi. Orang yang melakukan ini sama seperti orang yang tidak mau mencuri, hanya karena undang-undang melarang pencurian, bukan karena jiwanya sudah cukup tinggi untuk tidak melakukan perbuatan itu dan mencegahnya atas kemauan sendiri pula.

Sebenarnya tanggapan orang mengenai puasa sebagai suatu tekanan atau pencegahan dan pembatasan atas kebebasan manusia adalah suatu tanggapan yang salah sama-sekali, yang akhirnya akan menempatkan fungsi puasa tidak punya arti dan tidak punya tempat lagi.

Puasa yang sebenarnya ialah membersihkan jiwa. Orang berpuasa diharuskan oleh pikiran kita yang timbul atas kehendak sendiri, supaya kebebasan kemauan dan kebebasan berpikirnya dapat diperoleh kembali. Apabila kedua kebebasan ini sudah diperolehnya kembali, ia dapat mengangkat ke martabat yang lebih tinggi, setingkat dengan iman yang sebenarnya kepada Allah. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah berikut ini:

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

"Beberapa hari sudah ditentukan. Tetapi barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau sedang dalam perjalanan, maka dapat diperhitungkan pada kesempatan lain. Dan buat orangorang yang sangat berat menjalankannya, hendaknya ia membayar fid-yah dengan memberi makan kepada orang rniskin, dan barangsiapa mau mengerjakan kebaikan atas kemauan sendiri, itu lebih baik buat dia; dan bila kamu berpuasa, itu lebih baik buat kamu,kalau kamu mengerti." (al-Baqarah(2): 184)

Puasa adalah pembebasan diri dari segala bentuk perbudakan. Kenyataannya manusia adalah budak kebiasaannya. Ia sudah biasa makan di waktu pagi; waktu tengah hari, waktu sore. Kalau dikatakan kepadanya: makan pagi dan sore sajalah, maka ini akan dianggapnya suatu pelanggaran atas kebebasannya. Padahal itu adalah pelanggaran atas perbudakan kebiasaannya, kalau benar ungkapan demikian ini. Orang yang sudah biasa merokok sampai kebatas ia diperbudak oleh kebiasaan merokoknya itu, lalu dikatakan kepadanya: sehari ini kamu jangan merokok, maka ini dianggapnya suatu pelanggaran atas kebebasannya. Padahal sebenarnya itu tidak lebih adalah pelanggaran atas perbudakan kebiasaannya. Ada lagi orang yang sudah biasa minum kopi atau teh atau minuman lain apa saja dalam waktu-waktu tertentu lalu dikatakan kepadanya: gantilah waktu-waktu itu dengan waktu yang lain, maka pelanggaran atas perbudakan kebiasaannya itu dianggapnya sebagai pelanggaran atas kebebasannya. Budak kebiasaan serupa ini merusak kemauan, merusak arti yang sebenarnya dari kebebasan dalam bentuknya yang sesungguhnya.

Kalau kita menyambut puasa dengan kemauan sendiri dengan penuh kesadaran bahwa perintah Allah tak mungkin bertentangan dengan cara-cara berpikir yang sehat, yang telah dapat memahami tujuan hidup dalam bentuknya yang paling tinggi, tahulah kita arti puasa yang dapat membebaskan kita dari budak kebiasaan itu, yang juga sebagai latihan dalam menghadapi kemauan dan arti kebebasan kita sendiri. Disamping itu kita pun sudah diingatkan, bahwa apa yang telah ditentukan manusia terhadap dirinya sendiri - dengan kehendak Allah - mengenai batas-batas rohani dan mentalnya sehubungan dengan kebebasan yang dimilikinya untuk melepaskan diri dari beberapa kebiasaan dan nafsunya, ialah cara yang paling baik untuk mencapai martabat iman yang paling tinggi itu. Apabila taklid dalam iman belum dapat disebut iman, melainkan baru Islam yang tanpa iman, maka taklid dalam puasa juga belum dapat disebut puasa.

TAQWA

Definisi Taqwa Menurut Bahasa

Sulit sekali mendefinisikan taqwa, karena padanan kata taqwa dalam bahasa lain tidak ditemukan. Taqwa tidak ada padanan katanya dalam bahasa inggris, juga bahasa indonesia. Namun ada satu ilmu yang merupakan cabang dari ilmu nahwu dan sharraf yaitu ilmu qawa'id-ul-i'lal (kaidah-kaidah kata yang mengandung huruf 'illat).

Berdasarkan ilmu qawa'id-ul-i'laal, kata taqwa berasal dari kata dasar yaitu Qowaya (قوي) yang memiliki makna dasar yaitu kuat dan terjaga. Bahasan ini sebetulnya adalah bahasan ilmiyah yang mengatakan bahwa sesuatu akan menjadi kuat jika ia terjaga dari segala bentuk penyakit.

Definisi Taqwa Menurut Terminologi Al-Quran

ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ 2 الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ 3 وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ 4 أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

"Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung." Al-Baqarah : 2 - 5.

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ 133 الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ 134 وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ 135 وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ 136 أُولَئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ

"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal." Ali 'Imraan : 133 - 136.

Taqwa adalah keimanan yang kuat yang telah terjaga dari penyakit pengotor jiwa, terjaga dari masuknya penyakit karena ia hanya mengkonsumsi nutrisi yang sehat yaitu al-Quran, terjaga dari sifat malas, lalai, dan perbuatan yang tidak berguna karena ia selalu online kepada mengingat Allah dengan shalat, terjaga dari sifat sombong, dengki, dan dendam karena ia selalu memaafkan kesalahan orang lain dan dapat mengelola amarahnya, terjaga dari bergelimang dosa karena ia segera memohon ampun dan tak mengulanginya lagi.

Definisi Taqwa Menurut Terminologi Ulama

Taqwa adalah menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangannya.

IMAN (BAHAN BAKU) + PUASA (PROSES) = TAQWA (HASIL)


Keimananan kepada Allah harus selalu di update agar selalu tumbuh dan berkembang menjadi keimanan yang kuat yang takkan tergoyahkan lagi, Keimanan seperti inilah yang dimiliki oleh pribadi Muttaqin. Update keimanan ini dilakukan dengan selalu memberikan nutrisi yang sehat berupa ayat-ayat Allah. Namun keimanan kepada Allah juga dapat melemah bahkan menjadi hilang dikarenakan masuknya penyakit berupa kotoran-kotoran jiwa seperti kemusyrikan, kemunafikan dan ketergantungan kepada selain Allah.

Puasa adalah proses pembersihan jiwa dari kotoran-kotoran sumber penyakit. Dengan berpuasa maka seseorang sedang berupaya segenap jiwanya untuk membebaskan dirinya dari kotoran-kotoran jiwa tersebut. Dengan jiwa yang bersih dan terbebas dari penyakit maka update keimanan akan berjalan dengan mulus sehingga keimanan semakin kuat dan tak tergoyahkan lagi. Derajat keimanan inilah yang disebut dengan taqwa.

Demikianlah, kiranya benarlah rumus yang Allah jelaskan diatas. Shodaq-Allahu-l-'Adziim, Maha Benar Allah dan Maha Agung.

Terima kasih, al-Hamdu li Allah Rabb al-'Alamin.
Lihat dalam tampilan PDF

0 comments:

Posting Komentar