Bouazizi, Sarjana Muda Tukang Sayur Pemicu Revolusi Tunisia
Dia sekarang terkenal di seluruh Tunisia dan dunia Arab, menjadi sebuah legenda yang sebenarnya. Namun Muhammad Bouazizi tak pernah meminta dirinya menjadi buah bibir pembicaraan orang. Bibinya, Radia Bouazizi mengatakan impian Bouazizi adalah menyimpan uang yang cukup untuk dapat menyewa atau membeli sebuah truk pick-up. "Bukan untuk dipakai berjalan-jalan," katanya, "tetapi untuk pekerjaannya." Keponakan-nya adalah seorang penjual sayur-mayur. "Dia akan pulang dengan lelah setelah mendorong gerobak sepanjang hari. Yang ia inginkan adalah sebuah mobil pick-up." Namun sebaliknya, ia malah telah memulai revolusi.
Muhammad Bouazizi itu seperti ratusan pemuda putus asa lainnya, pemuda tertindas di wilayah Sidi Bouzid Sidi. Banyak dari mereka punya gelar sarjana, namun menghabiskan hari-hari mereka berkeliaran di kafe-kafe yang melapisi jalan-jalan berdebu di kota miskin ini, 300 kilometer sebelah selatan ibukota Tunis.
Bouazizi, 26 tahun, tidak memiliki gelar sarjana, yang hanya bisa ia capai hanya tingkat "Baccalaureat" yang secara kasar setara dengan sekolah tinggi. Dia, bagaimanapun, lebih beruntung daripada kebanyakan orang yang setidaknya ia masih bisa meraih penghasilan dari menjual sayuran, pekerjaan yang dia lakoni selama tujuh tahun.
Tetapi pada tanggal 17 Desember mata pencahariannya terancam ketika polisi menyita gerobak sayur dan barangnya engan mengatakan bahwa ia berjualan tanpa izin. Itu bukan pertama kalinya itu terjadi, tetapi itu akan menjadi yang terakhir.
Tidak puas dengan menerima denda 10 dinar Tunisia, ia mencoba untuk membayar sekitar 7 dolar (setara dengan penghasilannya sehari jika lagi beruntung), polisi diduga menampar pemuda kurus ini, meludah di wajahnya dan menghina ayahnya yang telah meninggal.
Dihina dan merasa kesal, Bouazizi, yang mencari nafkah untuk keluarganya yang berjumlah delapan, pergi ke markas provinsi, berharap untuk mengeluh kepada pejabat pemerintah daerah setempat, tapi mereka menolak untuk bertemu dengannya.
Pada pukul 11: 30 am, kurang dari satu jam setelah konfrontasi dengan polisi dan tanpa memberitahu keluarganya, Bouazizi kembali ke gedung putih elegan dua lantai dengan kerai biru melengkung tersebut, menuangkan bahan bakar di atas dirinya sendiri dan membakar diri.
Dia tidak langsung mati namun sempat menjalami perawatan di rumah sakit hingga 4 Januari. Ada begitu banyak kemarahan atas penderitaannya bahkan Presiden Zine El Abidine Ben Ali, sang diktator, sempat mengunjungi Bouazizi pada 28 Desember untuk mencoba meredam kemarahan rakyat. Tapi protes tidak dapat ditekan dan pada 14 Januari, hanya 10 hari setelah Bouazizi meninggal, pemerintahan 23 tahun Ben Ali di Tunisia telah berakhir.
Meskipun bangga dengan konsekuensi dari aksi bakar diri Bouazizi, keluarganya masih tak terlukiskan rasa sedih mereka. "Muhammad melakukan apa yang dia lakukan demi harga dirinya," kata ibunya, Mannoubia, berdiri di ruang bersama dengan saudaranya Karim, 14 tahun.
Dia menunjuk ke dua kasur busa tipis berwarna hijau zaitun di lantai di mana dua anaknya tidur. Satu-satunya furnitur di ruangan rumahnya adalah sebuah lemari besar. Sambil menangis, ibunya mengeluarkan jaket hitam dan abu-abu, dengan penuh kasih mencengkeram sebelum membenamkan wajahnya di dalamnya. "Baunya dirinya masih terasa," katanya dengan sesunggukan.
Beberapa saat kemudian, Mannoubia berhenti menangis, menyeka mata birunya dengan ujung jilbabnya yang multi-warna, sebuah pemandangan langka di Tunis yang sekuler tapi secara umum berpenduduk konservatif, di wilayah pedesaan di negara ini.
"Saya bangga dengan anak saya, walaupun saya harus berkabung, dan saya sedih, tetapi syukur kepada Allah, hidup Muhammad, dia tidak mati," katanya tegas. "Dia hidup, namanya terkenal. Saya bangga dengan apa yang terjadi di Tunis, saya bangga bahwa dia dikenal di seluruh dunia Arab."
Warga Sidi Bouzid semua sangat bangga bagaimana tindakan Bouazizi telah memacu banyak orang dengan apa yang sebut sebagai "revolusi rakyat" dan bagaimana ia telah mengguncang pemerintah Arab despotik di tempat lain.
Sama seperti wanita muda "Neda" menjadi simbol gerakan hijau Iran setelah dia ditembak saat menonton demonstrasi dua tahun yang lalu, Bouazizi telah menjadi simbol populer di kalangan orang Arab. Aksinya dicontoh juga.
Ada hampir selusin orang meniru aksi bakar dirinya di beberapa ibukota Arab, beberapa diantaranya termasuk di Kairo dan Aljazair. Namun, mereka tidak terprovokasi sama sebagai reaksi rakyat di Tunisia sewaktu Bouazizi tewas, meskipun frustrasi menggelegak dari Mesir dan Aljazair lebih tinggi, pengangguran korupsi dan otokratik.
Frustrasi tetap ada Sidi Bouzid - meskipun pergolakan di Tunis telah memberikan para pengangguran sebuah harapan. Pada hari Kamis kemarin, Jaber Hajlawi, seorang pengacara 22 tahun menganggur dan salah satu tetangga Bouazizi, bersandar di dinding saat ia menyalakan rokok. "Kami diam sebelumnya, tetapi Muhammad menunjukkan kami bahwa kami harus bereaksi," katanya.
Dibalut jaket kulit pendek hitam dan jeans biru dengan rambut hitam gel, ia melihat hal ini bagian dari pemberontak. "Saudara saya memiliki gelar PhD, namun dia bekerja di pasar swalayan. Masalahnya adalah bahwa kualifikasi tidak berarti apa-apa, itu semua tentang siapa yang Anda tahu," katanya. "Sekarang, kami mengharapkan perubahan. Saya ingin kebebasan saya dan hak saya, saya ingin bekerja. Saya ingin pekerjaan."
Permintaan lapangan pekerjaan bergema di seluruh kota. Sekitar 100 meter dari tempat Bouazizi melakukan aksi bakar dirinya sendiri, ratusan laki-laki muda berkumpul setiap hari, sangat bersemangat untuk mengekspresikan pandangan mereka kepada siapa saja yang mengeluarkan sebuah notebook. Mereka telah membuat spanduk yang ditulis tangan, di dekat potret Bouazizi. "Kami semua siap untuk mengorbankan darah kami bagi masyakat," tulis salah satu spanduk.
Mereka sudah tidak sabar dengan rezim baru. "Tidak seorang pejabat pun telah berbicara kepada kami," kata Muhammad Boukhari, 40 tahun, seorang guru yang menganggur. "Ke mana mereka? Mengapa mereka tidak mendengarkan apa yang kami butuhkan?"
"Kami di sini karena kami ingin martabat kami, kami tidak mau harus mengandalkan bantuan politik atau suap untuk mendapatkan pekerjaan, kami harus membersihkan sistem."
Pria muda lainnya mendorong melalui kerumunan orang. "Saya lulusan ITI dan saya telah menganggur selama empat tahun karena saya tidak tahu siapa pun di kotamadya. Bagaimana masa depan saya? Kami semua Bouazizi, jika harapan kami terputus-putus." Amarah yang menetapkan Bouazizi masih menyala berkedip di Sidi Bouzid - dan mungkin tumbuh untuk membuat negara Tunisia terbakar lagi.(fq/time)
Sumber : Eramuslim.com
Sumber : Eramuslim.com
0 comments:
Posting Komentar